Apakah Budaya Tahlilan Memberatkan bagi Keluarga?

budaya tahlilan

Ceritanya dalam rangka Nulis Kompakan Mamah Gajah Ngeblog untuk Oktober 2022 ini dipilih tema Kumpul-kumpul. Karena minggu lalu, ada tetangga yang suaminya meninggal dan mengadakan tahlilan selama 7 hari berturut-turut, saya jadi tertarik untuk membahas mengenai tradisi kumpul-kumpul dalam rangka tahlilan untuk menghibur keluarga yang tengah berduka. 

Kumpul-kumpul tidak selalu dalam rangka senang-senang sebenarnya. Saat sedih juga ternyata kumpul-kumpul bisa menjadi obat yang sangat manjur. 

Siapa sih yang tidak sedih saat ada anggota keluarga yang meninggalkan kita untuk selama-lamanya. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Thomas Holmes dan Richard Rahe pada tahun 1969, kematian pasangan hidup & anggota keluarga terdekat memiliki skor tertinggi sebagai sumber tekanan hidup yang bisa menyebabkan seseorang depresi (dari buku Self Healing karya Louis Proto, Gramedia 1991). Dibawah itu ada perceraian, pisah ranjang, masuk penjara, hingga sakit fisik. 

Budaya Tahlilan dalam Islam

Dalam Islam di Indonesia, kita mengenal budaya tahlilan untuk menghibur keluarga mereka yang tengah berduka. Harapannya kalau mereka selalu ditemani, sedihnya tidak akan seberat jika sendirian.

Sebenarnya budaya tahlilan adalah salah satu bentuk akulturasi budaya. Dalam Islam sendiri, ada kepercayaan yang mengadakan tahlilan seperti Nahdliyin (NU), ada juga yang tidak mengadakan tahlilan seperti Muhammadiyah. 

Sebagai orang yang hidup di tanah Jawa, menurut saya perbedaan ini tidak perlu disikapi secara berlebihan. Karena kedua-duanya memiliki dasar yang kuat, sekaligus cukup fleksibel juga pelaksanaannya. 

Keluarga kami sendiri termasuk yang tidak melaksanakan tahlilan ketika ada yang meninggal. Papa saya sempat beberapa kali mengingatkan bahwa kami tidak perlu mengadakan tahlilan 7 harian atau 40 harian kalau beliau meninggal. Cukup anak-anaknya jangan lupa untuk mendoakan orang tuanya. 

Bagi orang yang sudah meninggal, hanya ada 3 amalan saja yang tidak putus pahalanya, yaitu: sedekah, ilmu yang bermanfaat, dan doa dari anak yang saleh. Jadi manfaatkanlah hidup untuk berusaha mendapatkan 3 hal ini. 

Itu sebabnya saya sempat tahu juga mengenai tidak perlunya ziarah ke kubur mereka yang sudah meninggal. 

Duh terus terang, kalau saya masih tidak bisa kalau sampai tidak ziarah ke kubur ya. Karena tetap saja ada rasa kebutuhan untuk dekat dengan tempat orang yang kita sayangi berbaring untuk selama-lamanya. Rasa kangen itu bisa sedikit terobati dengan ziarah kubur. 

Ada masalah rasa di sini. 

Saya rasa itu juga yang membuat mengapa budaya Tahlilan 7 harian, 40 harian, 100 harian bahkan 1000 harian menjadi tradisi di Indonesia yang terkenal guyub ini. 

Walau keluarga kami tidak mengadakan tahlilan, saya sendiri suka dengan budaya pengajian untuk menghibur keluarga yang ditinggalkan. 

Saya pertama kali mengadakan tahlilan keluarga dekat adalah saat Bapak Mertua meninggal di tahun 2010. Saat itu Mama Mertua mengadakan tahlilan setiap hari selama 7 hari pertama dan 40 hari. Untuk yang 100 hari kalau tidak salah seingat saya, hanya pengajian keluarga inti saja. 

mengaji tahlilan
Budaya membaca Surat Yasin dalam Tahlilan

Apakah Tahlilan Merepotkan?

Pernah dengar nggak aturan untuk tidak boleh makan di rumah mereka yang sedang berduka? Itu sebenarnya maksudnya saat kita bertakziah, tidak perlu memberatkan tuan rumah untuk menyiapkan makanan dan melayani para tamu. Mereka kan sudah cukup berduka. Ada juga turut datang untuk membantu meringankan beban keluarga yang berduka. Bukannya malah minta konsumsi.

Lantas bagaimana dengan mengadakan pengajian hingga berhari-hari? Bagaimana menyiapkan konsumsinya? Berapa banyak budget yang perlu dikeluarkan? Siapa yang harus bersih-bersih dan merapikan tempatnya?

Apakah acara kumpul-kumpul tahlilan tidak malah memberatkan keluarga almarhum/almarhumah? 

Manfaat Tahlilan bagi Keluarga dan Pelayat

Dari beberapa acara tahlilan yang saya ikuti prosesnya secara langsung, ternyata tahlilan memberikan banyak manfaat tidak hanya bagi keluarga yang ditinggalkan, tapi juga bagi para tamu.

#1 Menemani keluarga yang tengah berduka

Memang sih ada orang yang mungkin karakternya senang sendiri saat berduka, ada juga yang malah senangnya ditemani. 

Tetangga saya yang beberapa hari lalu ditinggal meninggal oleh suaminya mengadakan tahlilan setiap hari di rumahnya. Ia bilang agar ia tidak merasa langsung kesepian setelah pemakaman suami tercinta. Jika tidak ada acara, tentunya semua keluarga akan langsung pulang dan meninggalkannya sendiri. Dengan adanya pengajian dan orang-orang datang, ia merasa mendapatkan kekuatan dan merasa ditemani. 

Dan percaya atau tidak, buat yang diundang pengajian hal ini juga terasa sangat berarti. Karena pada dasarnya semua orang senang jika bisa menghibur dan berarti bagi keluarga almarhum/almarhumah. Jika tidak ada pengajian, kita bisa melakukan apa untuk bisa menghibur? Masak mau ngobrol ngalor-ngidul berhari-hari?

Dukungan kepada mereka yang berduka
Yang utama adalah menyampaikan dukungan dan doa untuk keluarga yang ditinggalkan.


#2 Kegiatan yang positif untuk keluarga

Yang bikin stress karena ditinggal itu sebenarnya seringkali karena pikiran kita dipenuhi oleh mengingat almarhum. Dengan adanya kegiatan lain di rumah, setidaknya pikiran kita tidak fokus pada kesedihan. 

Siapa sangka, kesibukan sederhana seperti menata dan mempersiapkan konsumsi, merapikan rumah, terbukti membuat kesedihan bisa sedikit berkurang. 

#3 Memberi ruang untuk orang mengaji dan berdoa

Buat yang meyakini bahwa hanya ada 3 amalan yang sampai untuk mereka yang sudah meninggal, bisa jadi doa tahlilan sebenarnya memang bukan untuk mereka yang meninggal. Tapi itu lebih untuk ke amalan para pelayat sendiri.

Saat turut dalam pengajian selama 7 hari, saya merasa sangat menikmati acara ini. Bisa saja sebelumnya kita mengaji rutin sendirian di rumah. Tapi beda rasanya ketika selama 7 hari kita mengaji membaca surat yasin bersama-sama dengan keluarga yang berduka dan para pelayat lain untuk mempererat silahturahmi. 

Ketika Bapak Mertua saya meninggal, ada orang-orang dari mesjid yang diundang setiap habis Ashar untuk mengaji di rumah. Selain jamaah mesjid, bergantian juga yang datang adalah keluarga dan kerabat lain yang baru sempat datang. Jadi lebih banyak lagi orang yang sempat mengaji bersama. 

Jika tidak ada tahlilan, mungkin bentuk kunjungan hanya sebatas ngobrol-ngobrol saja. Tapi dengan adanya pengajian, setiap orang jadi bisa mengaji bersama. 

#4 Tempatnya sedekah dan berbagi

Mengadakan pengajian atau acara kumpul-kumpul di rumah, tentu saja memerlukan biaya. Bagaimana kalau budget keluarga terbatas? 

Di sini saya melihat sebuah bentuk keajaiban. Pada dasarnya mengadakan tahlilan itu memang perlu diniatkan sebagai sedekah. Sedekah semampunya. Tidaklah perlu memaksakan diri. 

Konsumsi pengajian itu bisa sekedar gorengan di piring dan air mineral gelas saja kok. Jumlah tamunya juga biasanya sesuai dengan ukuran rumahnya. Kalau banyak yang hadir, Alhamdulillah. Tidak perlu terlalu merasa beban karena makanan kurang atau sejenisnya. 

Seringkali juga, ada banyak kiriman makanan dari mana-mana yang bisa dibagikan saat pengajian. Sepertinya banyak orang berlomba-lomba ingin turut sedekah dalam momen seperti ini. Jadi terasa banget kebersamaan dan kehangatan dari kegiatan tahlilan itu.

konsumsi tahlilan
Konsumsi untuk Tahlilan disesuaikan dengan kemampuan dan tidak memberatkan.

#5 Ajang silahturahmi

Kumpul-kumpul itu kata kuncinya. Bukan hanya untuk mendukung keluarga yang tengah berduka, tahlilan juga menyambung silahturahmi di antara sesama pelayat. 

Yang sebelumnya tidak bisa atau jarang ketemu, saat mendengar berita duka, orang-orang cenderung lebih mudah untuk meluangkan waktu datang melayat dibandingkan dengan datang untuk undangan suka cita. Jika undangan suka cita seperti pernikahan, lamaran, kelahiran, ulang tahun, bisa saja orang tidak memprioritaskan untuk hadir dengan pertimbangan masih bisa ketemu lagi di lain waktu. Namun kalau urusannya dengan orang yang sudah berpulang dan memberikan penghormatan terakhir, pelayat tahu bahwa itu adalah satu-satunya kesempatan. Perlu dibela-belain untuk hadir.

_________________________

Jadi terlepas dari menyebutkan kegiatan kumpul-kumpul untuk tahlilan dengan mengaji bersama itu disebut sebagai bid’ah atau tidak dicontohkan pada zaman Rasulullah, kegiatan ini memang memiliki banyak manfaat yang bisa dirasakan secara langsung oleh keluarga yang tengah berduka dan para pelayat. 

Lantas saya jadi berpikir, kalau saya meninggal perlu ada tahlilan apa nggak ya? Kalau saya pribadi sepertinya akan menyerahkan kepada yang hidup. Kalau memang memerlukan mengadakan tahlilan untuk penghiburan dan ingin sedekah, ya tentu saja sangat bagus untuk mengadakan. Insya Allah akan menjadi ladang amal dan pahala bagi mereka yang hidup. 

Namun jika dirasa tidak perlu mengadakan karena berbagai kendala dan keterbatasan, ya tidak masalah juga. Pada intinya, jangan sampai yang hidup merasa terbebani dengan menganggap bahwa tahlilan itu wajib sebagai tradisi sosial. 

Saya percaya, tidak mengadakan kumpul-kumpul tahlilan sama sekali tidak akan mengurangi penghormatan dan kecintaan keluarga kepada yang telah berpulang. Sekali lagi, karena 3 amalan yang bisa terus dibawa adalah hanya sedekah yang diberikan selama hidup, ilmu yang bermanfaat yang dibagikan, dan warisan anak-anak sholeh dan sholehah yang akan mendoakan orang tuanya.

Bagaimana dengan teman-teman sendiri? Termasuk yang memiliki tradisi tahlilan atau punya tradisi menghibur keluarga yang meninggal dengan cara yang berbeda? Ditunggu ya sharingnya di kolom komen. 


Shanty Dewi Arifin
Shanty Dewi Arifin Mama yang sedang semangat belajar menulis demi bisa bayar zakat sendiri.

6 komentar untuk "Apakah Budaya Tahlilan Memberatkan bagi Keluarga?"

Comment Author Avatar
Saya termasuk keluarga yang menyelenggarakan tahlilan. Sepakat dengan poin-poin yang disebutkan diatas. Hanya saja terkadang budget tahlilan diluar kemampuan yang ditinggalkan dan memberatkan mereka, sehingga sudah mah dirundung kesedihan karena kehilangan anggota keluarga ditambah lagi harus puter otak cari dana, kadang pakai jalan pintas pinjem sana sini.
Comment Author Avatar
Kumpul-kumpul di saat kedukaan kadang jadi acara silaturahmi juga. Teman atau kerabat yang sudah lama tak bertemu, kembali tersambung tali silaturahmi dalam momen takziah. Nambah lagi deh keuntungan acara pengajian atau tahlilan ini.
Comment Author Avatar
Masya Allah Mba Shanty, saya suka sekali dengan tulisan ini. Terlepas di luar sana, seringkali muncul debat mengenai perlu atau tidaknya tahlilan ini. Malah tidak ada ujungnya dan jadi saling menyalahkan satu sama lain.

Saya setuju sekali, Mba Shanty, untuk selalu melihat hal-hal yang positif dan bermanfaat atas suatu budaya. Tahlilan, sama halnya dengan pemikiran Mba Shanty, menurut saya adalah momen yang baik untuk bersedekah, untuk banyak membaca kitab suci AlQuran, dan tentu untuk silaturrahmi. :)
Comment Author Avatar
Kalau tujuannya untuk menghibur keluarga yang berduka bagus banget ya. Cuma kadang ada yang tahlilan cuma sebatas seremonial. Atau malah buat adu gengsi dengan tetangga/ sodara.
Tapi kalau saya sendiri gak pengen di-tahlil-in pada hari2 tertentu doanv. Pengen didoakan sama anak cucu menantu terus Setiap saat
Comment Author Avatar
Aku baru tau kalau tahlilan itu tergantung aliran. Tapi kalau menurutku sih, secara umum, apapun kegiatannya kita perlu liat esensinya juga dan jangan sampai memberatkan. Untuk setiap tradisi ataupun kebiasaan baik pasti ada alasannya makanya dibiasakan, dan alasannya pasti untuk kebaikan bukan untuk menyusahkan.
Comment Author Avatar
Suka sekali dengan tulisan Mba Shanty. Adem dan vibe-nya positif. Terima kasih ya Mba Shanty. :)

Saya setuju Mba, despite perbedaan pendapat mengenai boleh tidaknya tahlilan, yang sepertinya seringkali malah jadi pointless dan saling menyalahkan; akan sangat elok kalau kita fokus saja dengan manfaat dan hal-hal positi dari kegiatan tersebut.

Saya juga setuju sekali bahwa dengan tahlilan, insha Allah bisa sekaligus bersedekah dan banyak beribadah, karena jadi banyak membaca ayat-ayat suci AlQuran.