Ada Cara Lain Menghukum Orang Tanpa Harus Menjadi Pembully

say no to cyberbullying


Sebenarnya dalam dalam beberapa tahun terakhir ini, kita terbiasa dengan yang namanya cyberbullying. Bagaimana seseorang bisa dibully sedemikian rupa oleh orang se-Indonesia raya hanya karena postingannya di sosial media. 


Entah itu pesohor terkenal atau sekedar cebong/kampret berkasta sudra, bisa dengan ramainya dihujani caci maki tak terperikan. 


Yang saya takjub, bahkan di akun orang nomor 1 negeri ini, kok ya bisa-bisanya orang mengeluarkan sumpah serapah. Walau kalau saya telusuri, rata-rata yang berani begitu adalah akun-akun anonim dengan isi akun yang aneh-aneh.


Sejujurnya, saya akhirnya mulai terbiasa dengan makian-makian orang ini. Saya menganggapnya angin lalu. Sampai beberapa hari terakhir ini saya lihat akun seorang pesohor yang juga habis diejek secara membabi-buta. 


Padahal pesohor ini tidak melakukan sesuatu yang salah dengan komentarnya. Tapi karena tidak suka, masyarakat menghukumnya sedemikian rupa. Dan menurut saya itu jahat. JAHAT SEKALI.


Kalau baca komentar 1 atau 2, kita mungkin masih bisa ketawa dan menganggap itu lucu. Tapi kalau sudah sejuta umat membully seseorang itu menjadi tidak lucu lagi. 


Entah kenapa orang punya kecenderungan untuk meniru membully orang tersebut. Seperti ada contoh, kemudian menular ke orang lain. Hi….serem, di situ saya merasa saya harus segera berhenti membaca komentar dan mendoakan semoga yang dibully diangkat dosa-dosanya. Dan para pembully bisa sadar bahwa yang mereka lakukan itu, tidak lebih baik dari kelakuan orang yang mereka bully.



Hai orang-orang yang beriman, jangan lah kamu mengolok-olok kaum yang lain. Karena boleh jadi mereka yang diolok-olok lebih baik dari mereka yang mengolok-olok. - QS Al Hujurat 49:11

Jadi ingat-ingat ayat ini kalau tergoda mengolok-olok orang lain. Apalagi kalau dengan gilanya kita berani mengolok-olok orang yang level pengabdiannya dan keilmuannya jauh di atas kita, seperti presiden, ulama, pemimpin daerah, pengusaha kaya melintir, artis terkenal, atau lainnya. 


Siapa eluh, yang mungkin ngurus diri sendiri dan keluarga aja masih berantakan. Jauh lah nggak level!


Lagian malu ah, masa negeri yang mayoritas orang Islam dan suka baca Quran tapi malah tidak mengamalkan ayat ini. 



Tapi kenapa kita tergoda mengolok orang lain?

Menurut saya sih bisa jadi sekedar pelampiasan terhadap tekanan. Kalau selama ini kita ditekan, maka jika ada kesempatan kita akan cenderung menekan orang lain. Para pembully bisa lahir karena biasa dibully. Penghina lahir karena terbiasa dihina. 

Penting buat kita untuk mencoba memutus lingkaran setan itu dengan berusaha menjauh dari kebiasaan mengolok-olok orang lain.



Apa sih yang termasuk kategori mengolok itu?

“Loh saya kan cuma lucu-lucuan aja. Bukan maksudnya mengolok kok.”
Kalau menurut saya, yang termasuk mengolok itu adalah jika kamu mempermalukan orang lain di muka umum. Walau kamu kekeh bilang kamu tidak bermaksud mengolok, tapi kalau orang yang diolok merasa dipermalukan, itu masuk kategori mengolok.

Mengkritik berbeda dengan mengolok. Mengkritik itu tujuannya memberikan masukan agar lebih baik. Mengolok sebatas ingin mempermalukan orang lain. Membuatnya merasa rendah, terhina dan sedih. 



say no to cyberbullying


Terkadang kita merasa mendapat pembenaran untuk mengolok karena merasa perlu memberikan hukuman sosial buat orang lain. 


Ini alasan yang sangat absurb. Hukuman sosial seperti ini menurut saya sangat tidak efektif. Yang ada, kita malah numpuk-numpuk dosa. 


Tapi kan setidaknya kita bahagia dan puas! 


Nah ini masuk kategori sakit jiwa kalau saya bilang. Bagaimana mungkin mengolok orang lain bisa memberikan kepuasan dan kebahagiaan. Kalau mentalmu masih sehat, kamu akan mual melihat orang mengolok orang lain. Terlepas kamu mendukungnya atau pun tidak.


Baca juga:

Bagaimana menghadapi komentar jahat di sosmed 


Kita cenderung ikut-ikutan

Ini yang berbahaya. Ketika baca selusin komen membully, entah bagaimana tiba-tiba bisa muncul keinginan berkomentar seperti itu. Rasanya seperti mudah setelah mempelajari komen sebelumnya.

Inilah bahayanya berada dalam kerumunan. Sebuah penelitian tentang kerumunan ini saya dapat dari bukunya Ken Robinson, Do It With Passion (Kaifa, 2015). Berada dalam kerumunan cebongers atau kampreters misalnya, membuat orang cenderung lebih percaya diri untuk mengekpresikan diri mereka sama dengan orang-orang di sekitarnya. 


Jadi menurut saya, salah satu cara kalau kita tidak ingin tergelincir dalam dosa mengolok-olok, segeralah menarik diri dari berada dalam sebuah kerumunan yang terdiri dari orang-orang yang tidak sehat. 


Pergi jauh-jauh. Karena serius, itu memang menular.

Apa coba manfaat kita mengolok-olok orang lain? 
Bukan kah banyak hal yang perlu dan bisa kita kerjakan? 


ADA CARA LAIN MENGHUKUM ORANG TANPA HARUS MENJADI PEMBULLY



Tapi dia kan perlu dihukum?

Sekali lagi saya perlu ingatkan, bahwa mengolok-olok bukan cara sehat untuk menghukum orang. 

Saya pernah diolok-olok, dan itu sama sekali nggak bikin saya jadi lebih baik. Ada juga saya makin menjadi-jadi nakalnya.


Hukuman datang pada saya bukan dari olok-olok orang lain, tapi dari hal-hal halus yang saya terima. Misalnya malah orang yang jahati berbuat sangat manis sama saya sampai saya malah malu. Ini malah jadi hukuman yang telak untuk seseorang. 



Orang yang harga dirinya terkoyak, cenderung lebih sulit untuk menerima masukan dan berpikir jernih. 

Ini prinsip parenting dasar menurut saya. Orang tua adalah pihak yang paling rentan merusak harga diri anaknya dengan memberikan cap seorang anak itu pemalas, tidak bisa apa-apa, tidak membanggakan keluarga, tidak bisa mandiri, dan banyak lagi. 


Orang tua berpikir dengan memberi cap seperti itu, mereka bisa memotivasi anak untuk menjadi anak yang lebih baik. 


Tapi itu zonk besar! 


Harga diri anak yang marah dan terluka, dibalut dengan cap yang menjadi doa dari orang tua, membuat segalanya menjadi lebih rumit.



Menghukum tanpa harus jadi pembully

Tapi bagaimana cara kita ingin menghukum seseorang? 

Pertama saya mau tanya, apa pentingnya menghukum seseorang? Sudah sekurang kerjaan itu kah kita sehingga sempat menghukum orang lain? 


Dalam bukunya Marie Kondo, The Life-changing Magic of Tidying up menjelaskan bagaimana Marie Kondo sempat jadi orang yang rese banget sama anggota keluarganya yang berantakan. 


Sibuk banget dia berusaha membuang barang-barang keluarganya yang ia rasa tidak terpakai. Akhirnya ia dimarahin oleh keluarganya. Ketika ia masuk ke kamarnya sendiri, ia baru sadar kalau dia sendiri sebenarnya berantakan. 


Dia rese ngurus barang orang lain, karena dirinya sendiri berantakan. Begitu dia sibuk dengan merapikan barangnya sendiri, keinginan untuk rese ngurus orang lain pun menghilang dengan sendirinya. 


Saya juga jadi sadar, saya usil dan gatal sama masalah orang lain, itu karena saya punya masalah sama diri sendiri yang belum beres. 


Kalau kita benar-benar fokus dan mengurus masalah kita sendiri, kita tidak akan terlalu kurang kerjaan untuk sempat-sempatnya mengolok-olok atau membully orang lain. Apalagi orang yang nyata-nyata prestasinya jauh di atas kita. Ssstttt itu mah iri namanya. Sirik tanda tak mampu.


Nah kembali ke cara menghukum orang lain. Duh bahasanya kasar amat ya. Mungkin bahasa santunnya adalah menasehati orang lain agar kapok melakukan hal tertentu. Kalau menurut saya ya mending di japri aja dengan menyampaikan pendapat kita. 


Saya pernah loh melakukan ini untuk salah satu celeb medsos. Dijawab dong. Dan dia bilang terima kasih. 


Soal dia mau melakukan saran saya atau nggak itu sih sebenarnya tidak masalah. Saya maki-maki terbuka pun, kemungkinan besar ia tidak akan peduli dengan saran saya. Tapi dengan menjapri beliau, saya malah ditanggapi dengan baik. Saya puas karena sudah menyampaikan uneg-uneg saya dan ditanggapi. 


Cara lain menghukum orang yang manjur kalau menurut saya adalah dengan menganggapnya tidak ada


Algoritma sosmed itu memang kadang terlalu canggih. Sebuah post malah naik karena banyak dikomentari. Semakin banyak komentar, semakin viral lah dia. 


Jadi usahakan tangan jangan gatal memberi komentar pada hal yang kita tidak suka. Apalagi membully. Membully-nya kita dapat dosa, yang dibullly malah dapat publikasi gratisan.


Ada bagusnya kita malah cari pesaingnya untuk kita like dan puja-puji. Beri dukungan pada hal-hal yang kita suka dan kita harapkan bisa memberi kebaikan. 


Insya Allah dunia akan berjalan lebih baik jika kita mengikuti perintah Al Quran untuk tidak mengolok-olok dan mempermalukan orang lain. Minimal untuk kesehatan mental kita.



ADA CARA LAIN MENGHUKUM ORANG TANPA HARUS MENJADI PEMBULLY
Happy thought = Happy life



#ODOPNovemberChallenge

1200 kata, 2 jam

Shanty Dewi Arifin
Shanty Dewi Arifin Mama yang sedang semangat belajar menulis demi bisa bayar zakat sendiri.

1 komentar untuk "Ada Cara Lain Menghukum Orang Tanpa Harus Menjadi Pembully "

Comment Author Avatar
Setujuuuu banget mbaaa... :D

daripada dibully, mending kita anggap dia saytonirrajiiiumm hehehehe.

Dianggap gak ada itu jauh lebih menyedihkan ketimbang di bully.
Sibully mah masih diperhatikan.

Semakin kita bully, berarti kita semakin perhatian ke orang itu :D