Unpopular Opinion Mengenai Wisuda Sekolah
Lagi seru banget nih pembahasan mengenai wisuda atau acara pelepasan sekolah sejak dilarang oleh Gubernur Jawa Barat, Kang Dedi Mulyadi (KDM). Masalahnya, ini bukan sekedar wacana atau himbauan, namun diminta untuk benar-benar bisa dipatuhi oleh seluruh sekolah (terutama negeri) di lingkungan pemerintah Provinsi Jawa Barat untuk tingkat TK, SD, SMP, dan SMA.
Keluhan orang tua mengenai beratnya biaya wisuda yang terasa mengada-ngada, tidak dipungkiri banyak kita dengar dari masyarakat. Sedih juga kalau melihat banyak orang tua yang rela berhutang demi acara pelepasan anaknya di tingkat TK, SD, SMP, atau SMA.
Mungkin keluhan ini yang kemudian disikapi KDM dengan mengambil sikap tegas untuk melarang kegiatan tersebut. Rasanya kok lebih banyak mudhoratnya daripada manfaatnya. Memberatkan orang tua dari sisi finansial, sementara manfaatnya dinilai tidaklah sebanding.
Saya sendiri menyikapi pelarangan ini dengan sikap netral. Kalau memang mau dilarang, saya bisa paham. Kalau larangan ini ditentang oleh banyak pihak pun, saya bisa paham.
Labil amat sih? Ehm… masalahnya saya punya cerita sendiri mengenai wisuda ini.
Pengalaman Wisuda SD
![]() |
Kita mulai dulu dari cerita wisuda Sasya ya. Ketika Sasya lulus SD tahun 2023, sekolahnya mengadakan acara pelepasan kelas 6 di hotel dengan biaya awal mencapai 800 ribu rupiah.
Sekolah Sasya ini adalah sebuah SDIT dengan siswa sekitar 30-an saja per angkatan. Biaya SPP bulanannya sekitar 350 ribuan dan uang kegiatan tahunan di angka 1 jutaan lah.
Awalnya, saya sangat tidak setuju dengan biaya satu acara pelepasan sebesar 800 ribu ini. Menurut saya saat itu, tidak logis sekali harus mengeluarkan biaya untuk acara beberapa jam dengan nilai yang hampir setara dengan kegiatan mereka 1 tahun.
Kalau sekolah mahal dengan siswa di atas 50 orang, dimana uang kegiatannya 3-5 juta per tahun, acara perpisahan 1 juta mungkin masih wajar. Rasanya angka 800 ribu akan memberatkan orang tua, untuk ukuran sekolah kami. Begitulah pemikiran saya saat itu.
Tapi ternyata pendapat saya itu minoritas. Semua orang tua lain sepakat dengan harga segitu. Dan memang melihat penting untuk mengadakan pesta perpisahan di hotel untuk 30-an siswa.
Saya sempat juga bertanya sama Sasya, mau ikut pelepasan di hotel atau uangnya Mama kasih untuk keperluan lain? Ternyata jawaban Sasya, dia memang mau ikut pelepasan dengan teman-temannya. Ok, baiklah kalau begitu.
Dengan berbagai penyesuaian, akhirnya ditetapkan harga pelepasan di hotel menjadi sekitar 700 ribuan saja untuk anak dan 1 orang tuanya. Kalau ingin datang lebih dari 1 orang, maka harganya ditambah Rp 125 ribu per orang. Dengan tambahan, walau tidak hadir, tetap harus bayar. Begitu kesepakatannya.
Sedih, tapi ya harus dipatuhi sebagai keputusan bersama.
Alhamdulillah pada hari H, semua siswa hadir pada hari pelepasan. Acaranya terasa berbeda karena dilaksanakan di ballroom sebuah hotel.
Acara ini terlihat jauh lebih berkelas dibandingkan dengan sekedar di aula sekolah kami yang kecil, seperti pelepasan tahun-tahun sebelumnya. Setidaknya, ini lebih cakep dan membanggakan lah buat dipamerin di sosial media. Nggak kalah sama mereka yang dari sekolah-sekolah mahal yang lain.
Saya juga melihat satu hal menarik dari acara ini. Bisa jadi acara ini dinilai cukup mahal bagi sebagian orang tua yang tidak terlalu mampu. Namun, ternyata ada sebuah pengalaman baru dan kebanggaan bagi anak-anak yang bisa jadi jarang-jarang masuk ke hotel untuk sebuah acara ceremonial.
Bukan tidak mungkin, ini adalah pengalaman baru yang membuka mata mereka bahwa mereka juga mampu loh punya acara di hotel seperti ini. Nggak kalah dengan anak-anak dari sekolah lain.
Mau kata orang tuanya sampai berhutang hanya demi acara pelepasan, itu buat mereka worth it. Sebagian orang akan menilai ini bodoh. Tapi saat melihat ekspresi anak-anak ini, saya jadi benar-benar paham kenapa di depan KDM, Aura Cinta ngotot merasa perlu bayar acara pelepasan 1 juta rupiah walau rumahnya terletak di bantaran sungai yang tergusur.
Kita sulit untuk bisa mengajak orang berpikir realistis ketika berurusan dengan kesempatan merasakan pengalaman baru.
Pengalaman Wisuda SMP dan SMA
Ada juga pengalaman pelepasan SMP Raka tahun 2022. Ini adalah sebuah SMP Negeri dengan siswa sekitar 300-an siswa. Biaya yang dipungut dari orang tua hanya sekitar 65 ribuan saja, dan ini sudah termasuk nasi box. Anak-anak juga mendapatkan buku tahunan dengan biaya sekitar 150 ribuan.
Acara cukup dilaksanakan di lapangan sekolah yang dipasangi tenda tertutup dan panggung. Di buka dengan upacara pelepasan adat Sunda dan hiburan pentas seni oleh anak-anak hingga sore hari. Anak-anak juga hadir dengan kebaya dan berdandan cantik untuk perempuan, dan berjas untuk laki-laki.
Memang tidak semua orang tua tidak bisa hadir karena keterbatasan tempat. Hanya perwakilan koordinator kelas dan orang tua anak-anak 10 besar yang diundang untuk hadir.
Menurut saya ini versi lain dari acara pelepasan yang semestinya cukup berkesan walau tidak menghabiskan biaya banyak.
Dan terakhir adalah pelepasan SMA Raka pada 6 Mei 2025 lalu. Nah, ini sudah berlaku larangan acara wisuda oleh KDM. Tahu apa bentuknya pelepasan SMA yang sebelumnya mereka rencanakan mau ala prom night itu?
Saking takutnya dengan KDM, sekolah memutuskan hanya menggelar pelepasan berupa upacara biasa di lapangan. Cukup ditandai dengan seremonial pelepasan dasi dan topi sebagai tanda kelulusan. Juga ada pembacaan janji sebagai alumni dan memberikan sumbangan seragam kepada pihak sekolah dari Ketua OSIS dan Ketua Angkatan.
Anak-anak juga diberi medali dan rapor semester terakhir. Sempat juga diumumkan peringkat 3 besar kelas Saintek dan Soshum. Ada sih, sedikit hiburan ala kadar. Dan tentu saja yang banyak adalah anak-anak foto-foto di antara mereka saja.
Jujur sebagai orang tua yang berkesempatan hadir sebagai perwakilan koordinator kelas, sedih juga melihat acara perpisahan anak-anak kok ya sesederhana ini. Ada keinginan anak-anak bisa merasakan acara perpisahan SMA yang meriah dan meninggalkan kesan yang tidak terlupakan. Walau mungkin itu pasti ada biayanya.
Perlukah Acara Wisuda?
Berdasarkan pengalaman di atas, kalau menurut saya acara pelepasan masa sekolah dan perpisahan itu perlu. Anak-anak ini sudah bersama selama bertahun-tahun dan mereka berhasil melaluinya dengan berbagai pencapaian. Wajar sekali kalau hal tersebut dirayakan dengan sebuah selebrasi yang penuh kesan.
Mengenai biaya dan teknis acara sebenarnya bisa disesuaikan dengan karakter sekolah. Mungkin kalau di level SD dan SMP, orang tua yang lebih banyak berperan. Sementara ketika di level SMA, anak-anak sudah bisa untuk mengelola acara mereka secara mandiri. Tentu saja kalau bisa termasuk masalah keuangannya juga. Apakah mereka menabung dari uang kas, atau mengusahakan pendanaan mandiri yang tidak membebani orang tua.
Saya rasa kurang adil juga buat melarang anak-anak mengadakan acara pelepasan yang sesuai dengan kemampuan mereka. Masalahnya tingkat ekonomi orang Indonesia itu terlalu beragam dengan rentang yang sangat jauh.
Dan penting juga untuk dicatat bahwa acara sejenis ini, tidak perlu diwajibkan bagi seluruh anak. Karena bisa jadi tidak semua anak merasa membutuhkan acara pelepasan. Bisa jadi ada anak yang merasa punya kebutuhan lain yang lebih mendesak. Yang seperti ini perlu dihormati juga.
Bagaimanapun, saya mengapresiasi Sayembara Video Perpisahan Sekolah dengan tagar #sederhanaituistimewa yang diadakan KDM. Jadi memang pesannya bukan perpisahannya yang dilarang. Tapi bagaimana para siswa Jawa Barat bisa kreatif mengadakan acara pelepasan yang bermakna di sekolah masing-masing tanpa bikin kepala orang tua pening.
Jujur, penasaran sih bagaimana bentuknya perpisahan dengan budget ‘sederhana’ itu. Semoga bukan sekedar main air dengan petugas damkar.
Posting Komentar untuk "Unpopular Opinion Mengenai Wisuda Sekolah "
Posting Komentar