Liburan Terakhir Bersama Papa
Minggu malam itu, saya sudah siap berbaring di tempat tidur. Ah… malam ini giliran saya bisa tidur normal di tempat tidur di rumah setelah malam sebelumnya menginap di rumah sakit menemani Papa. Tepatnya bukan benar-benar menemani untuk berada di samping Papa ya. Tapi sekedar berjaga di ruang tunggu ICU. Papa memang tidak bisa ditemui langsung karena alasan Covid.
Sudah sejak hari Selasa, Papa harus masuk rumah sakit. Setelah hemodialisa rutin di hari Senin, kesadaran Papa menjadi menurun. Sehingga pada Selasa siang itu, kami memutuskan membawa Papa ke rumah sakit dengan ambulan.
Ini adalah pengalaman pertama saya naik yang namanya ambulan dengan orang tua yang kondisinya setengah sadar. Bukan pengalaman yang menyenangkan pastinya.
Begitu masuk di IGD rumah sakit dan harus tes covid, ternyata Papa positif Covid dan harus menjalani isolasi di ICU.
Itu adalah saat terakhir saya bisa menyentuh Papa…
Selanjutnya kesadaran Papa lumayan membaik dan bisa video call dengan kami yang gantian menunggu di ruang tunggu. Bahkan Minggu pagi itu, kami sempat video call bertiga dengan adik saya di Sydney sambil ngobrol soal pendidikan. Dan Papa hanya mendengarkan saja, obrolan kami seperti biasa.
Lumayan lama kami ngobrol sampai Papa sepertinya kelelahan dan meminta menutup telepon.
Itu saat terakhir saya mendengar suara Papa…
Sampai sebuah telepon menjelang tengah malam dari adik saya yang berjaga di rumah sakit, menyampaikan kalau Papa dikabarkan gagal napas.
Dari siap-siap baringan, buru-buru dengan perasaan nggak menentu saya ke rumah sakit bersama suami.
Innalillahi wainna ilaihi rojiun, Papa dinyatakan meninggal karena gagal napas (cardiac arrest) pukul 23.40 Minggu, 26 Juni 2022.
Salah satu foto terakhir lengkap kebersamaan kami, 15 Juni 2022. |
Entah kenapa, saya tidak bisa seperti orang lain yang menangis karena kepergian orang tuanya. Kepergian Papa adalah pengalaman pertama saya ditinggalkan orang terdekat yang paling saya sayang. FYI, saya lebih ke anak Papa daripada anak Mama.
Tapi saya tidak bisa melupakan Papa sehari pun selama 494 hari sejak beliau berpulang hingga hari tulisan ini dibuat. Ada Al Fatihah buat Papa setiap hari…
Bagi saya Papa menuntaskan tugasnya di dunia dengan sempurna. Setidaknya di mata saya sebagai anak pertama beliau.
Papa meninggal di usia 76 tahun setelah hemodialisa ke-196 sejak 4 Agustus 2020. Saya sangat menikmati masa-masa menunggu Papa hemodialisa dua kali seminggu itu. Dari setelah zuhur hingga menjelang magrib. Ini adalah waktu paling asyik buat saya ‘ngantor.’
Pada hari Minggu, sebelum pekan Papa masuk rumah sakit itu, Papa ke Jakarta untuk mengantar adik saya kembali ke Sydney bersama keluarga. Selama sepekan itu Papa benar-benar bahagia karena bisa ngumpul dengan anak cucunya lengkap.
Sejak menetap di Sydney dan Covid menyerang, adik bontot saya & keluarganya tidak bisa pulang ke Indonesia. Makanya Papa senang banget ketika akhirnya adik saya bisa pulang ke Bandung dan kami menghabiskan 1 minggu penuh untuk bersama.
Papa, Mama, 3 anak gadisnya & mantunya, 6 cucunya, semua ngumpul lengkap. Benar-benar seru!
Dari sekedar makan-makan di rumah, nyobain beberapa tempat makan di Bandung, berendam di pemandian air panas, sampai menginap di villa. Papa sih nggak terlalu banyak omong dan nggak banyak gerak juga, tapi terlihat bisa menikmati kebersamaan tersebut. Papa yang susah makan, jadi makan lebih banyak dari biasa.
Bisa jadi Papa kelelahan sehingga akhirnya ngedrop kesehatannya. Mungkin juga… Allah ingin memanggil Papa dalam keadaan segalanya tuntas.
Menyekolahkan 3 anak hingga jenjang S1. Done!
Menikahkan secara baik-baik 3 anak gadis dengan laki-laki pilihan mereka. Done!
Menunaikan tugas sebagai jaksa dengan pangkat tertinggi dengan kondite yang baik. Done!
Meninggalkan rumah yang layak dan uang pensiun untuk istri. Done!
Naik haji. Done!
Ngajak keluarga liburan heboh. Done!
Berusaha menemani dan membantu semaksimal mungkin yang ia bisa. Done!
Punya cucu-cucu yang sehat, lucu, dan cerdas. Done!
Tuntas bertemu dengan anak cucunya dan mengetahui bahwa mereka semua dalam kondisi baik-baik saja tanpa kekurangan sesuatu apapun. Done!
Termasuk juga saat bela-belain menemani anaknya ini beli kaos Tommy Page dari Karawang ke kantor majalah Hai di Palmerah Jakarta atau menemani jalan keliling mall PVJ agar anaknya ini bisa melahirkan dengan mudah.
Buat saya kepergian Papa seperti dalam filmnya Will Smith tahun 2016 Collateral Beauty. Bahwa ada sebuah sisi keindahan dari kejadian yang menyedihkan.
Papa pergi dengan indah setelah semua tugasnya rampung dan tuntas dengan nilai yang baik. Setidaknya di mata saya.
Terima kasih ya Pa buat semua yang usaha dan kerja keras yang Papa lakukan untuk kami sekeluarga. Semoga Papa beristirahat dengan tenang dan kami anak keturunan Papa bisa terus melanjutkan melakukan kebaikan yang akan membuat harum nama Papa. Amin…
Tulisan ini dibuat dalam rangka Tantangan Blogging Mamah Gajah Ngeblog bulan November 2023 dengan tema Kegiatan Favorit Bersama Keluarga sesuai usulan seniorku Mamah Dewi Laily Purnamasari.
7 komentar untuk "Liburan Terakhir Bersama Papa"
Turut sedih membaca tulisan ini, kepergian orang tercinta memang yang paling meninggalkan kenangan yang mendalam. 😢.
Saya jadi ingat sekitar akhir tahun 2021, pernah wawancara Mba Shanty via WA, dan kala itu Teteh sedang menunggu (alm) Papa hemodialisa di rumah sakit. 🤗
Jadi ingat bapakku. Semoga orang tua kita semua yang telah dipanggil Allah selalu mendapat tempat yang terang, tenang, dan selalu dalam lindungan Allah.