9 Kriteria Toko Buku Impian
Toko buku adalah surga buat saya. Berada dalam ruangan yang dipenuhi wangi kertas baru, sampul cantik, dan sarat informasi terasa sangat melenakan buat saya. Rasanya bisa beda-beda tipis seperti berada di restaurant Padang saat kelaparan berat.
Sayangnya rasa ini sudah hilang bertahun-tahun lalu. Kini ke toko buku tidak lagi membangkitkan endorfin yang sama. Jauh lebih mudah buka marketplace untuk membeli buku yang direkomendasikan banyak orang. Walau terkadang berakhir kecewa karena selera orang banyak nggak sesuai dengan selera saya.
Mimpi itu pun hadir
Mimpi punya toko buku mulai muncul ketika saya menonton sebuah film keluaran Hallmark tahun 2015 yang diangkat dari novel bestseller karya Karen Kingsbury berjudul The Bridge (2012). Walau banyak film yang mengangkat setting toko buku, tapi toko buku The Bridge milik Charlie dan Donna Barton dalam film ini, benar-benar bikin saya jatuh cinta.
kiri: Karen Kingsbury, kanan: pemeran dalam film The Bridge |
Dan sejak itu, saya kepingin sekali suatu saat nanti bisa punya toko buku seperti The Bridge. Sebuah toko buku kecil, tapi penuh kehangatan. Dimana para pengunjung bisa dijamu dengan kopi hangat dan berdiskusi akrab dengan si pemilik toko.
Berbeda dengan toko buku biasa dimana kita harus bolak-balik minta tolong penjaga membukakan sampul plastik jika ingin skimming isi buku, dipelototin satpam kalau sampai berani-berani baca sambil duduk, atau berani memfoto bagian dari buku untuk disimpan sebagai wishlist. Toko buku yang begitu dingin dan sepi…
Saya kepingin punya toko buku asyik yang terinspirasi dari toko buku The Bridge dan toko-toko buku terbaik di dunia yang memberikan kebahagiaan kepada pengunjungnya.
9 Kriteria Toko Buku Impian
Selama bertahun-tahun, saya mulai memperhatikan bagaimana sih toko buku yang benar-benar asyik itu. Berikut beberapa bayangan saya tentang sebuah toko buku impian:
#1 Ada tempat untuk bisa duduk
Kursi yang nyaman adalah hal wajib di toko buku! Dimana pengunjung bisa duduk dan skimming buku yang mereka butuhkan. Pengunjung perlu waktu untuk bisa menemukan jodoh buku yang harus mereka bawa pulang.
Apalagi untuk anak-anak. Mereka perlu difasilitasi dengan karpet untuk bisa duduk dan memilih buku dengan nyaman. Nggak perlu terlalu pelit dengan tidak mengizinkan anak-anak bisa melihat isi buku. Karena kalau menemukan buku yang cocok, mereka tidak akan bosan untuk membacanya berulang kali kok dengan membelinya.
Salah satu toko buku terbaik di dunia: Hatchard di London yang menyediakan tempat duduk yang nyaman |
#2 Ada buku contoh yang bisa dibaca
Di luar negeri saya lihat jarang toko buku yang bukunya di sampul plastik. Setiap orang bisa dengan mudah untuk skimming isi buku yang menarik.
Sebelum memutuskan meminang sebuah buku, kita itu perlu tahu daftar isi, membaca satu dua halaman pertama, dan melihat layout buku. Tidak cukup sekedar membaca reviu orang di sosial media. Apalagi reviu yang sifatnya dibayar oleh penerbit atau penulis dengan tujuan promosi semata.
Agar buku tidak rusak, bisa disediakan satu-dua buku yang sudah disampul plastik dan dikasih label sample di covernya.
Penting untuk pengunjung bisa melihat isi buku. |
#3 Pelayan toko yang cerdas
Saya ingat begitu terkesan dengan pelayanan sebuah toko. Ketika saya sedang bingung memilih, ada karyawannya yang bisa diajak diskusi untuk memberikan rekomendasi yang saya butuhkan. Kelihatan sekali kalau karyawan ini sangat menguasai mengenai apa yang mereka jual. Saya pun bisa keluar dari toko tersebut dengan barang yang tepat. Puas banget rasanya.
Kalau punya toko buku, saya ingin karyawannya adalah mereka yang memang benar-benar suka membaca dan punya wawasan mengenai buku-buku yang bisa direkomendasikan untuk orang dengan kebutuhan tertentu.
Siapa yang nggak senang kalau ada Mbak Toko Buku yang ramah membantu memilihkan buku terbaik. |
#4 Ada cafenya
Baca bukunya itu bisa cukup melelahkan. Itu sebabnya perlu ada cafe di toko buku. Pengunjung jadi bisa rehat dulu sebelum melanjutkan berburu buku. Tempat ini juga bisa sekaligus sebagai tempat janjian dengan teman yang sama-sama suka buku.
Kalau capek memilih buku, bisa sambil ngopi-ngopi dulu. |
#5 Ada tempat kumpul komunitas
Toko buku harusnya bisa jadi tempat kumpul komunitas. Misalnya untuk acara-acara seperti pelatihan, klub buku, atau jumpa penulis. Perlu ada ruang-ruang yang bisa digunakan untuk 20-50 an orang.
#6 Boleh berbagi di sosial media
Belajar dari toko perabot asal Swedia, Ikea yang mengizinkan pengunjungnya berfoto dan mencoba perabotan yang mereka jual, saya percaya konsep ini perlu diterapkan juga di toko buku.
Ikea tidak akan memasang tulisan: “Dilarang duduk di sini” pada sofa atau kasur yang mereka jual. Semua orang boleh berfoto dengan produk mereka dan membagikannya ke sosial media sebagai sebuah promosi gratisan yang dampaknya sangat luar biasa.
Alih-alih melarang orang berfoto dengan buku di toko buku, saya bahkan kepikiran akan memberikan hadiah mingguan bagi mereka yang bisa membuat konten menarik yang diambil di toko buku saya.
Nggak perlu ragu untuk membagikan kenyamanan baca buku di sosial media. |
#7 Ada diskonan
Kondisi keuangan orang itu beda-beda. Tidak semua orang harus berkunjung ke toko buku dengan membawa budget yang besar. Tapi mereka dengan keuangan terbatas pun, diberi opsi untuk bisa membeli buku yang tengah diskon khusus.
Mungkin kalau buku umum bisa ada diskon 10%, tapi ada buku-buku yang dijual dengan diskon hingga 50%.
Selalu tersedia buku diskonan yang ramah kantong |
#8 Lokasi dekat sekolah
Yang namanya bisnis, lokasi adalah yang utama. Kalau menurut saya toko buku itu idealnya dekat dengan sekolah. Di mana anak-anak sekolah bisa jalan kaki ke toko buku. Bukan hanya untuk anak sekolah, tapi juga para pengantar dan anggota keluarga lainnya yang tentunya datang dengan dompet yang lebih tebal.
#9 Buku terkurasi
Koleksi di sebuah toko buku menurut saya tidak perlu terlalu terlalu banyak juga. Yang penting cukup tajam menebak selera pasar dan merekomendasikan buku yang dibutuhkan banyak orang.
Untuk itu perlu ada kurasi untuk buku-buku yang dipajang di toko buku. Pemilik toko buku perlu tahu karakter pelanggannya dan hanya menyediakan buku-buku yang sesuai dengan kebutuhan pelanggannya.
Sekarang ini pilihan buku terlalu banyak hingga kita bingung untuk bisa memilih. Kadang hanya buku yang promosinya kuat saja yang bisa diterima masyarakat. Padahal sebenarnya banyak juga buku-buku yang benar-benar bagus, tidak terinformasikan dengan benar.
Mimpi yang Belum Terwujud
Gimana? Pengen nggak sih mampir ke toko buku impian ini? Mengkhayal itu memang enak sekali. Bikin hidup menjadi termotivasi. Setuju nggak?
Buat kamu yang pernah punya pengalaman ke toko buku yang seru banget, boleh dong berbagi di kolom komentar. Mungkin bisa menjadi tambahan kriteria untuk toko buku impian kita bersama. Siapa tahu ada investor lewat yang bersedia mewujudkan toko buku paling asyik sedunia di Indonesia!
Pastikan, Say No to Buku Bajakan.
Tulisan ini dibuat sebagai Tantangan Blogging Mamah Gajah Ngeblog bulan Agustus dengan tema Keinginan yang Masih Ingin Dicapai Mamah
16 komentar untuk "9 Kriteria Toko Buku Impian"
Impian anakku, Teteh kepingin punya toko buku yang ada cafenya plus ada butik fashion. Aamiin ...
Ya ampun. Semoga terwujud ya Teh Shanty. :)
Ada kursi, pelayan toko yang cerdas, terkurasi dengan baik, ada contoh buku yang bisa dibaca, dan ada cafe-nya. Luar biasa.
***
Selama ini toko buku yang membuat saya terngiang-ngiang adalah toko bukunya Kathleen di film "You've Got Mail" itu Mba. Bisa sambil diskusi dengan para pembacanya (semacam book club) dan penjualnya (Kathleen) passionate dan dedikasi banget, setiap ditanya pembeli tentang isi bukunya kayak apa, tahuuu aja ehehe.
Makin betah kan...Bisa-bisa borong buku deh...
Eh ini kok ngusul kebanyakan, harusnya bikin tulisan sendiri aku ya, hahahah. Semoga terwujud keinginan bikin toko bukunya mbak, kita bisa meet up MGN, KLIP dan Drakor Class di sana, hehehe...