Perlukah Memiliki Catatan Keuangan Keluarga?

Catatan Keuangan Keluarga


Kalau menurut saya sih sebenarnya bisa perlu bisa juga nggak. Tiap orang kebutuhannya bisa berbeda. Ada yang butuh mencatat detail pengeluarannya agar bisa terkontrol dan tahu kemana saja pemakaian uangnya dalam sebulan. Ada juga yang merasa tidak perlu mencatat karena pengeluarannya sudah standar dan tidak terlalu berbeda setiap bulannya.

Ada juga yang mencatat sekedar karena hobi saja.

Nah, kayanya kalau saya mencatat keuangan sekedar karena hobi dan kebiasaan saja. Pengeluaran bulanan kami tiap bulan ya segitu-segitu aja. Gaji yang masuk, sama dengan uang yang keluar. Plus plos.

Tapi sejak dahulu kala, saya memang senang saja mencatat pengeluaran rutin kami. Awalnya saya suka mencatat dengan berbagai macam aplikasi di handphone. Favorit saya adalah aplikasi Expense Manager. Ini menurut saya aplikasi yang paling enak buat di-customize sesuai kebutuhan kita.

Hanya saja setelah beberapa waktu, biasanya saya suka malas buka Hp buat memasukkan data pengeluaran. Terus ketumpuk. Dan lupa deh.

Baru sejak September 2018, saya menemukan sistem pencatatan yang bikin saya nggak bisa berhenti mencatat hingga sekarang. Sistem pencatatan di buku kas manual. Yup, tulis tangan saja di buku tulis. Ternyata cara ini cukup efektif dan mudah.

Emang sih, awal-awal dulu, suka agak malas menulis pas menjelang akhir bulan dimana pengeluaran sudah mulai morat-marit. Rapinya hanya di awal bulan saja. Ha….ha….

Baru setelah banyak berlatih dan merasakan manfaatnya, catatan bisa tetap rapi hingga akhir bulan.


Kenapa Bisa Suka Menulis Catatan Pengeluaran?

Sebenarnya awalnya, saya suka bingung kalau ditanya suami, uang yang dikasih dipakai untuk apa saja? Kok udah abis lagi?

Susah banget nih jawab pertanyaan kaya gini, kalau kita nggak punya catatan keuangan. Dari situ saya mulai merasa perlu mencatat setiap pengeluaran rutin kami. Jadi kalau bingung kenapa uang bisa habis lagi, tinggal buka contekannya.

Nilai plus yang lain, saya ngerasa punya catatan keuangan itu seperti diary. Kalau baca-baca buku catatan keuangan kami, saya jadi bisa ingat kapan kami nonton bioskop bareng, kapan kami makan di restoran tertentu, atau beli barang tertentu. Ada memori dan cerita indah dalam setiap pengeluaran kami. Seru aja sih.

Mungkin ini juga yang bikin saya nggak bisa berhenti buat mencatat pengeluaran keluarga. Padahal sebenarnya terkadang agak makan waktu untuk merekap datanya.

Kalau pada awalnya, saya mencatat pengeluaran dengan begitu rinci per hari. Dalam 1 bulan, bisa sampai 150 item pengeluaran. Tapi sekarang saya punya sistem ‘botol’ yang membuat catatan pengeluaran saya hanya sekitar 100-an item saja.

Kalau dulu saya biasa mencatat setiap kali saya beli galon air minum atau memberi uang saku mingguan anak-anak. Kalau sekarang, saya cukup menulis 1 item pengeluaran untuk air minum dalam 1 bulan atau uang saku anak-anak. Budget dalam 1 bulan untuk pengeluaran tertentu, sudah diamankan dalam botol yang diberi label. Ini sangat membantu sekali.

Semua pengeluaran sudah ada pos-posnya. Jadi kita tahu berapa sebenarnya budget tersisa untuk bersenang-senang. Kalau memang semua sudah ada di botol masing-masing, dan uang yang tersisa terbatas, ya disesuaikan saja lah. Nggak bisa maksa juga. Kecuali kalau siap uring-uringan di akhir bulan.

Sebelum saya pakai sistem botol ini (dulu sempat pakai amplop), pas nerima uang banyak, bawaannya langsung pengen bersenang-senang dahulu. Baru susah-susah di akhir bulan. Bawaannya semua kelihatan penting di awal bulan. Padahal kan kalau sudah ditaruh di pos masing-masing sesuai prioritas kebutuhan, kita jadi bisa lebih menahan diri untuk membatasi kebutuhan ‘foya-foya.’

Kelebihan punya pencatatan keuangan yang lain adalah memudahkan melihat pola pengeluaran dari bulan ke bulan. Saya sendiri membagi pengeluaran menjadi 5 pos besar. Jadi dalam setiap item pengeluaran, saya beri kode pos masing-masing.

#1 Zakat, Infak, dan Sedekah 

Segala urusan zakat, ngamplop kondangan, sumbangan ini itu, buat ortu, ditaruh di pos ini.
Besarnya sekitar 5-10%

#2 Cicilan dan Tabungan 

Segala bentuk hutang, cicilan ini itu, pengeluaran kartu kredit, arisan, dan tabungan masuk di pos ini. Sengaja cicilan dan tabungan ini berada dalam 1 pos. Idealnya cicilan segera habis, dan tabungan meningkat. Besar pos ini sekitar 20-30%

#3 Makanan

Untuk makanan segar yang dibeli di pasar dan Mang sayur, makanan yang dibeli di supermarket, beras, gas, air sampai ke makanan matang yang dibeli kalau malas masak, masuk ke pos ini. Budgetnya sekitar 30%

#4 Non Makanan

Segala urusan sekolah, uang saku anak-anak, ekskul dan printilannya, listrik, internet, buk, transport, dan lain-lain selain makanan, saya masukkan ke pos ini.Termasuk juga groceries yang dibeli di supermarket seperti sabun, sampo, dan lain-lain. Makanya saya kalau belanja supermarket suka memisahkan barang groceries ini di bagian akhir belanjaan, untuk memudahkan memisahkan pencatatannya. Budget pos ini 30%. 10% sendiri untuk urusan sekolah anak-anak ternyata.

#5 Spesial bulan ini

Ini nih tempatnya pos pengeluaran yang sering kali tidak terduga. Misalnya perlu pakaian, mainan anak-anak, perbaikan ini itu, kesehatan, dan lain-lain. Budgetnya diusahakan di angka 10%. Hanya saja seringnya lebih.

Pos Keuangan Keluarga

Bagaimana Mengatur Pengeluaran Uangku atau Uangmu?

Walau kami hanya mengandalkan 1 pemasukan dari suami, tetap saja ada istilah uangku dan uangmu ini. Saya ingat waktu awal menikah 13 tahun yang lalu, kami menganut pola istri mengelola uang suami.

Alhasil, saya bingung karena uangnya habis semua. Berantakan sekali. Akhirnya saya memutuskan, saya malas pegang uang. Mending uang dipegang suami, dan saya hanya pegang yang perlu saya urus saja. It works for me. Saya nggak terlalu pusing lagi. Gantian suami yang pusingnya. Ha...ha…

Sekarang, sistemnya saya mencatatkan semua pengeluaran rumah tangga baik yang uangnya dipegang suami maupun yang dipegang saya. Dalam pembukuannya, ada bagian pengeluaran saya dan bagian pengeluaran suami.

Setiap mengeluarkan uang, suami pasti laporan uangnya kepakai berapa untuk saya catat. Nanti di akhir bulan kelihatan balancenya. Jadi nggak ada cerita kami bisa nilep-nilep. Lah ntar nggak balance.

Enaknya juga dengan sistem pencatatan terbuka kaya gini, nggak ada cerita anggota keluarga ribut-ribut maksa minta duit. Lah, lihat saja itu diatas kertas kondisinya bagaimana. Paling kita bisa merencanakan untuk memasukkannya ke agenda bulan depan.

Dalam buku keuangan, saya juga mencatat mengenai kebutuhan keluarga dan kapan barang tersebut pada akhirnya bisa terbeli. Daftar kebutuhan ini membantu kami menentukan prioritas barang mana yang perlu dibeli lebih dulu atau ditunda. Btw, list kebutuhan kami agak panjang juga sih. Ha...ha...

Sedikit tips biar nggak lupa menulis pengeluaran adalah dengan mencatatnya di notes kecil yang mudah diraih. Kalau saya selalu punya notes kecil yang berisi catatan cakar ayam dan sangat berantakan. Minimal untuk nyimpen ide yang lewat. Termasuk pengeluaran sebelum sempat ditulis rapi ke buku kas. Pokoknya asal nggak lupa aja dulu. Nanti kalau sempat, tinggal disalin.

Buku Catatan Keuangan itu yang Seperti apa?

Maaf kalau saya nggak bisa membagi foto catatan buku catatan keuangan kami. Saya nggak nyaman buat membagi catatan keuangan secara terbuka. Karena seperti saya bilang di atas, catatan keuangan itu rasanya seperti diary. Perlu disimpan rapi dan nggak enak kalau dilihat orang banyak. Sangat personal.

Tapi kalau punya saya, catatan keuangan itu berisi kolom nomor, tanggal, uraian, kode pos, debet, kredit dan saldo. Saya dulu pernah memakai buku kas standar yang banyak dijual di toko buku. Tapi sekarang saya memilih buku tulis biasa. Saya merasa lebih nyaman mengatur ukuran besaran kolomnya.

Selain di buku tulis, tentu saja sesekali saya memasukkan data keuangan ini ke format excel untuk perekapan. Tapi jarang-jarang banget sih. Ini paling jadi kegiatan 6 bulan sekali. Sekedar untuk memasukkan data tiga bulan saja.

Saya juga pernah baca, sebenarnya menulis catatan keuangan itu cukup 3 bulan saja. Sekedar untuk mengetahui pola dan kebiasaan kita saja. Kalau sudah kelihatan kebocorannya terjadi dimana dan bisa diantisipasi, ya sudah cukup. Nggak perlu repot-repot lagi mencatat. Just enjoy your money wisely.

Nah, gitu deh pengalaman saya dengan hobi mencatat keuangan ini.

Teman-teman sendiri apakah merasa perlu atau tidak memiliki catatan keuangan? Ceritain dong alasannya dalam komen di bawah.


(1250 kata)

Shanty Dewi Arifin
Shanty Dewi Arifin Mama yang sedang semangat belajar menulis demi bisa bayar zakat sendiri.

2 komentar untuk "Perlukah Memiliki Catatan Keuangan Keluarga?"

Comment Author Avatar
Hebat teh telaten dengan bikin manual. Saya lebih suka menggunakan aplikasi di HP. Karena otomatis terkalkulasi 🤣. Udah gitu kelihatan habisnya buat apa aja. Berapa per bulan bahkan setahun.

Pernah waktu itu agak malas nulis keuangan alhasil cuma nulis yang diambil dari atm aja. Eh lama-lama kok nggak enak ya. Akhirnya sejak 2020 memutuskan kudu rajin buat nulis per item. Haha
Comment Author Avatar
Aku sejak tahun kemarin rajin banget nyatat pengeluaran harian di aplikasi. Memang sih sejak rajin bikin catatan ini jadi tahu berapa pengeluaran tiap bulan dan buat mengatur rencana bulan berikutnya walau masih sering bocor juga. Heu