Mengapa Saya Suka Leafie-nya Hwang Sun-mi


Saya bukan sekedar suka. Tapi suka pake banget. 


Leafie sebenarnya saya pinjam dari seorang teman saat pamer buku ini dalam acara Tur Literasi di Perpustakaan Elmuloka. Aduh ini kok mau ngembaliinnya aja berat banget ke yang punya. Eh teman-teman lain jangan jadi takut minjemin buku ke saya ya. Saya janji kok pasti ngembaliin. Suatu saat nanti…. Apalagi kalau bukunya bagus. Ha…ha…  


Pengen beli, tapi bukunya sudah tidak beredar. Maklum buku lama tahun 2013. Berharap suatu hari nanti bisa ketemu di tempat obralan buku lama. Karena Riani, yang punya buku ini juga ceritanya membeli buku ini di obralan karena harganya yang sangat murah dan ada embel-embel box office di Korea. Sepertinya seleranya Mamah-mamah Drakor ini.


Kalau saya sendiri, tergoda pengen baca karena kata Riani ceritanya begitu dalam dan menyentuh hati. Leafie, Ayam Buruk Rupa dan Itik Kesayangannya sebenarnya adalah sebuah fabel yang dibuat tahun 2000 di Korea. Telah terjual sebanyak 2 juta kopi dan diterjemahkan ke dalam 27 bahasa. Buku ini juga sudah diadaptasi menjadi film animasi. Mengikuti larisnya si buku, hanya dalam 4 minggu, film ini telah ditonton oleh 2,2 juta orang. Sakti ya!


Saya sendiri hanya membutuhkan waktu sekitar 3 jam untuk menamatkan buku setebal 224 halaman ini. Tau nggak, sebenarnya saya mah nggak niat baca bukunya siang itu. Iseng aja mau memindahkannya dari satu tempat ke tempat lain. Tapi iseng ah buka dulu halaman pertamanya. Eh…terus lanjut ke halaman kedua. Terus…terus…dan tidak bisa berhenti hingga halaman terakhir. Benar-benar tidak bisa berhenti. Alhasil semua jadwal berantakan. 



Blurp Leafie di halaman belakang


Jadi yang beruntung bisa baca buku ini, pastikan punya waktu yang cukup sebelum berani-berani baca halaman pertamanya.


Setelah bukunya khatam pun saya masih ter-Leafie-Leafie. Kepoin soal Leafie, nonton filmnya sampai nyeritain ke anak-anak. Kalau filmnya saya nggak terlalu suka. Banyak yang berbeda dari bukunya dan menurut saya itu cukup mempengaruhi makna cerita.



Jadi Leafie itu bercerita tentang apa?

Loh itu kan sudah ada dijudulnya. Tentang Ayam buruk rupa dan Itik kesayangannya. Bebek tepatnya. 

Ya, Leafie itu ayam petelur yang hidupnya dikerangkeng dalam kandang. Tugasnya hanya bertelur dan bertelur saja. Posisi kandangnya yang dekat pintu, membuatnya bisa melihat binatang lain di halaman peternakan. Di sana ada Ayam Jantan, Ayam Betina, dan anak-anak mereka yang lucu. Ada juga gerombolan Bebek dengan seekor Bebek Liar Pengelana. Dan seekor anjing penjaga. 


Leafie melihat rumput tetangga lebih hijau dari rumputnya sendiri. Ia juga ingin bisa mengerami telurnya sendiri dan berlarian di halaman bersama ayam jantan yang gagah. Bakat pelakor juga nih si Leafie. Ha….ha… 


Leafie sedih, karena ia bahkan tidak bisa menyentuh telurnya sendiri begitu keluar dari tubuhnya. Karena langsung menggelinding dan siap diambil oleh majikan perempuan. Kok ya kerasa banget nelangsanya jadi Leafie. Apalagi saat telur Leafie ternyata lembek dan dibuang begitu saja. Leafie syok berat! 


Ia mogok bertelur dan mogok makan. Alhasil ia dibuang ke tempat ayam sakit. Di situ Leafie yang sekarat, nyaris dimangsa oleh musang yang mengincar ayam-ayam yang masih bernapas. 



Daftar isi buku Leafie yang totalnya 224 halaman


Berkat pertolongan seekor Bebek Pengelana berleher hijau, Leafie selamat. Saya buat cepat saja ya plotnya. Detilnya sebaiknya baca sendiri. Bebek Pengelana, akhirnya berteman dengan Leafie. Mereka berdua berusaha bertahan hidup dari gangguan musang. Suatu saat Leafie menemukan telur dan mengeraminya bagai anaknya sendiri. Bebek Pengelana membantu menjaganya dengan sepenuh hati, bahkan dengan nyawanya. 



Ternyata eh ternyata, telur yang dierami Leafie adalah telur Bebek. Yang setelah lahir, bebek ini diberi nama Greenie oleh Leafie. Lucu kan, Emaknya Ayam, kok ya anaknya Bebek. Lumayan di-bully lah mereka ini oleh hewan-hewan di peternakan. Ayam betina tidak mau menerima Leafie di halaman. Bisa jadi karena khawatir Leafie jadi pelakor suaminya si Ayam Jantan. Padahal hidup di luar peternakan sangat rentan dimangsa musang.


Nah jadi buku ini bercerita bagaimana perjuangan seorang ibu ayam yang berusaha melindungi anaknya yang berbeda. Ada begitu banyak tantangan yang mereka berdua hadapi. 

Kalau saya bacanya sebatas tersentuh saja. Tapi kalau Sasya anak saya yang berumur 7 tahun, eh matanya berkaca-kaca melulu, bahkan sampai menangis tergugu-gugu. Kayanya sedih banget. Entah ini siapa yang kelewat peka atau tidak peka. 



Intinya saya menyimpulkan kalau hidup ini tidak lah selalu indah dan bahagia. Hidup ini penuh tantangan, perjuangan, dan kesedihan. Kita tidak selalu bisa mendapatkan apa yang kita inginkan. Kalaupun kita mendapatkannya, belum tentu itu benar-benar seindah yang kita inginkan. 

Leafie ingin keluar dari kandangnya dan hidup di halaman, ia mendapatkannya. Tapi ternyata itu tidak seindah bayangannya. Leafie ingin bisa mengerami telurnya sendiri, ia mendapatkannya juga. Itu pun ternyata tidak semulus dugaannya, karena itu adalah telur bebek. 


Kita belajar tentang kehidupan dari seekor ayam petelur yang nasibnya tragis tapi bisa menerima hidupnya dengan terus berjuang demi anak yang dikasihinya. Walau itu anak bebek dan bukan anak ayam. Leafie mengajarkan kita untuk selalu bersyukur pada apa pun yang Tuhan berikan pada kita.


Saya pun belajar menjadi ibu dari buku ini. Leafie dan tokoh lain dalam kisah ini ini, juga menginspirasi bagaimana perjuangan seorang ibu. Yang berusaha memberikan yang terbaik bagi anaknya, melindunginya, berusaha memahaminya, mendidiknya menjadi makhluk yang lebih kuat dan hebat untuk menghadapi kehidupan. Itu adalah penggambaran setetes kasih dan sayang Tuhan kepada setiap hambaNya.



Siapa Hwang Sun-mi?

Nah yang canggih memang pengarangnya. Kok ya bisa bikin cerita sederhana, tapi plotnya sempurna untuk membuat kita tidak berhenti membalik satu halaman demi satu halaman dengan penuh perasaan? 

Tante Hwang Sun-mi di masa kecilnya adalah seorang anak yang kondisi jantungnya sangat buruk dan hidup dalam kemiskinan. Kurus kering dan tidak bisa mewujudkan cita-citanya menjadi seorang tentara. Salah satu kekuatannya adalah dengan bermimpi dan berusaha mewujudkannya. Itu yang ia berusaha hadirkan dalam diri Leafie.


Hwang Sun-mi lahir tahun 1963 sebagai anak ke-2 dari 5 bersaudara. Ide cerita Leafie ini berasal dari kehidupan ayahnya yang seorang petani yang hidup dalam keterbatasan. Sun-mi sempat tidak melanjutkan sekolah menengahnya karena kemiskinan. 

Ia baru masuk SMA melalui ujian persamaan dan lulus dari Creative Writing Departments di Seoul Institute of Arts dan Gwangju University. Juga graduate school di Chung-Ang University. 

Memulai karirnya sebagai penulis sejak tahun 1995 dan telah menghasilkan 30 buku. Ia juga tercatat sebagai Adjunct profesor di Fakultas of Literature di Seoul Institut of Arts. 


Jadi itu rahasia kemampuan menulis Hwang Sun-mi. Emang orang sekolahan euy… Bukan penulis biasa.



Halaman pertama Leafie. Sengaja buat menggoda teman-teman yang belum baca.



Kutipan bagus dari buku Leafie

Ada sebuah paragraf yang menarik ketika akhirnya Bebek Pengelana mati dan telur yang dierami Leafie menetas.


Walau tidak ada yang berbeda dengan kemarin, pagi ini terasa istimewa bagi Leafie. Tidak pernah ada yang berhenti dan beristirahat di setiap sudut padang rumput. Jika ada yang mati, ada lagi yang lahir. Perpisahan dan pertemuan datang di saat yang hampir bersamaan. Karenanya, ia tidak dapat selalu bersedih. (halaman 99)

Betapa kita tidak boleh takut dan menyerah dengan kehidupan. Sebuah saran yang bagus untuk menghadapi perundungan yang marak terjadi.



Benar! Sama seperti Pengelana, aku tidak boleh takut. Sebelum menyerahkan nyawanya dengan sendirinya, Musang tidak pernah bisa berbuat apa-apa terhadap Pengelana. Begitu pula ketika aku ada di lubang kematian. Aku bergerak ke sana kemari sehingga ia tidak bisa mendekat. Benar, asal punya keberanian untuk berhadapan denganya, ia tidak akan pernah mengganggu kami! (halaman 139)
Iseng nyari gambar-gambar untuk memvisualisasikan karakter dalam Fabel Leafie ini.


Bergabung bersama kelompok, adalah sebuah kebutuhan. Begitu juga dengan Greenie yang meranjak remaja. Leafie, kesulitan untuk melarang anaknya agar tidak salah pergaulan. 



Tidak. Ibu, aku tidak tahu. Aku takut diperlakukan seperti initerus oleh para bebek rumahan. Aku juga ingin tergabung dalam sebuah kelompok. (halaman 155)

Tapi akhirnya Greenie menyadari kesalahannya, dan kembali kepada ibunya.



Anak muda memang kurang pengalaman! Nak, sekarang kau sudah mempelajari satu hal lagi. Walaupun satu jenis, belum tentu semuanya saling mencintai. Yang paling penting adalah salaing memahami! Itu baru namanya cinta, kata Leafie dalam hati seakan menasihati Greenie. (halaman 172)

Namun, seorang ibu selalu tahu kapan saatnya untuk melepaskan anaknya.



Tentu saja harus pergi. Bukankah kau harus mengikuti kaummu dan melihat apa yang ada di dunia lain? Kalau ibu bisa terbang, ibu tidak akan berdiam diri di sini. Nak, bu memang tidak tahu bagaimana ibu bisa hidup tanpa melihatmu, tapi pergi adalah pilihan yang paling tepat. Pergi dan jadilah penjaga. Tidak ada yang memiliki telinga setajam dirimu. (halaman 195)

Bagaimana? 

Tertarik baca Leafie? 

Kalau tidak sabar, bisa dibrowsing filmnya dulu (walau bahasa aslinya Korea, ada teksnya dalam Bahasa Inggris). Lumayan buat menyerap kebijaksanaan dalam cerita ini. Highly recommended book!






Shanty Dewi Arifin
Shanty Dewi Arifin Mama yang sedang semangat belajar menulis demi bisa bayar zakat sendiri.

Posting Komentar untuk "Mengapa Saya Suka Leafie-nya Hwang Sun-mi"