Mengapa Saya Suka Langganan Koran?

Koran di pagi dengan segelas kopi hangat. Mantap! (Sumber: Pexel)


Hari gini masih perlu langganan koran? Ketika dengan mudahnya mendapatkan berita gratisan di situs online, kenapa harus buang-buang uang untuk 32 halaman kertas koran? Buang uang, buang waktu untuk membacanya dan nambahin sampah aja.

Selama beberapa bulan saya sempat berpikir seperti itu. Saya pun memutuskan untuk berhenti langganan Kompas. Sejujurnya alasannya lebih karena loper koran yang selalu datang kesiangan. Bayangkan saja, masa koran baru sampai di rumah pukul 8 pagi lewat. Saat jam segitu suami sudah berangkat ke kantor dan saya sudah sibuk ngerjain yang lain. Main HP maksudnya…

Idealnya koran itu kan datangnya antara  pukul 6 - 7 pagi. Baca koran sambil kita sarapan cantik kaya di film-film. Ngasih makan perut sekalian ngasih makan otak dengan berita terbaru. Kalau lewat jam itu, lah sudah pada kemana-mana kita. Baca Lambe Turah lah, ikut ngomentarin berita viral terbaru lah. Nggak akan sempat baca koran lagi hari itu. Jadi daripada setumpuk koran nggak terbaca, diputuskanlah untuk berhenti langganan koran saja.

Tapi beberapa bulan nggak baca koran, ada rasa kangen. Akhirnya saya memutuskan untuk kembali berlangganan dengan syarat korannya bisa datang sebelum pukul 7 pagi. Saya baru tahu loh, ternyata koran itu sudah bisa diedarkan oleh loper pada pukul 3 dinihari. Jadi mestinya wajar kalau kita bisa baca koran antara pukul 6 - 7 pagi.

Mungkin teman-teman ada yang mau tahu kenapa saya merasa penting untuk langganan koran. Jelas bukan karena kelebihan duit kok. Berikut beberapa alasan yang membuat saya memutuskan kembali berlangganan Kompas:


#1 Beritanya dalam

Saya tuh lelah kalau baca berita online. Dangkal dan membuat kita harus menghabiskan waktu berputar-putar dari satu berita ke berita lain hanya untuk mendapatkan informasi. Mending kalau dapat info yang kita butuhkan. Seringnya malah nggak. Habis waktu untuk menutup iklan yang tiba-tiba nongol. Atau malah pindah tergoda berita-berita click bait yang menghabiskan waktu.

Masalah ini juga saya rasakan saat menonton berita di TV. Kita perlu menonton berita berjam-jam hanya untuk mencari informasi yang kita butuhkan. Pindah dari satu stasiun ke stasiun lain. Seringnya beritanya nggak utuh juga.

Beda dengan baca Koran. Cukup baca 1 artikel, dari A-Z ada semua. Di sini kelebihan berita koran yang tidak terburu-buru tayang. Mereka lebih punya waktu untuk mengedit dan menyempurnakan berita sehingga bisa utuh dan enak dibaca. Cukup dengan 2-3 menit, kita sudah dapat gambaran utuh dari sebuah masalah.


#2 Data akurat

Salah satu kelebihan Kompas yang paling saya kagumi adalah riset data pendukungnya yang mantap. Misalnya berita tentang Afganistan. Akan dibahas lengkap mengenai sejarah Afganistan dan data-data pendukung yang akurat. Saat membahas rokok, dilengkapi dengan data produksi rokok sepanjang tahun.

Jadi kita nggak perlu repot sambil buka wikipedia karena ada berita yang terasa nggak informatif.


#3 Berita dari 2 sisi

Ini kerennya jurnalis beneran. They cover both side story. Nggak seperti berita online yang cenderung pro kiri atau pro kanan.

Agak menjengkelkan dan melelahkan kalau kebanyakan baca berita pro kiri atau pro kanan saja. Jadi nambah-nambah kerjaan ketika harus nyari pembandingnya.

Tapi kalau satu berita yang kredibel, beritanya berimbang. Tinggal para pembaca yang memutuskan mau pro kiri atau kanan. Bagusnya kita jadi bisa melihat dengan jernih bahwa ada kebenaran dan kesalahan dari masing-masing pihak.

Kalau baca berita pro kiri atau pro kanan, pasti kesimpulannya pihak yang berseberangan adalah pihak yang salah.


#4 Belajar berbahasa dengan baik

Bahasa koran itu sangat bagus dan rapi. Pola tata kalimat dan paragrafnya pun runtut. Ini yang membuat membaca koran jauh lebih menyenangkan daripada membaca berita online yang dibuat dengan terburu-buru.


#5 Isinya abadi

Saya paling hobi potong berita koran yang bagus. Sayang rasanya membuang tulisan-tulisan yang begitu berbobot.

Beberapa kolom koran Kompas yang suka saya koleksi adalah Parodinya Samuel Mulia, Rubrik Psikologi, Kolom Sosok yang menampilkan orang-orang yang punya prestasi unik, Cerpen Kompas, dan beberapa artikel lain yang menarik.

Memang masih PR sih ini biar bisa nyimpennya dengan lebih rapi dan mudah nyarinya. Asyiknya sih kalau ada akses digital ke setiap artikel koran yang dibuat.
Sebagian kecil koleksi klipingan Koran Kompas saya sejak beberapa tahun terakhir (Sumber: www.ceritashanty.com).


#6 Dalam rangka menghadapi tahun politik 2019

Walau katanya Saracen dan MCA sudah ditangkap, tapi saya mulai nggak percaya dengan opini yang didapat dari media sosial. Saat ini berita begitu mudah dibeli. Opini dibentuk oleh para buzzer dan influencer yang dibayar.

Seperti kata Wartawan Senior Mojok Alm. Rusdi Mathari, wartawan yang menulis dengan menerima duit dari narasumber itu rasanya beda. Saya setuju banget soal ini. Sebagai blogger yang terkadang menerima bayaran, saya tahu banget rasanya di posisi menulis karena kita dibayar. Beda dengan saat kita menulis tanpa menerima bayaran. Walau sama-sama memuji.

Seperti menulis postingan ini. Ini pasti beda dengan kalau saya dibayar Kompas untuk menulis postingan ini. Pasti lebih bagus kalau dibayar. Ha...ha...ha….


#7 Murah

Serius loh murah. 32 halaman, 1 bulan penuh, hanya Rp 60.000,- saja.

Kok bisa? Bukannya resminya Rp 98.000,-? 

Bisa dong, Kompas kan baik untuk orang-orang yang shaleh. Ha...ha...ha…

Sebenarnya memang ada program untuk orang shaleh, eh tepatnya untuk para mahasiswa, pensiunan dan guru. Bagi orang-orang ini bisa dapat program langganan Kompas Rp 60.000,-/bulan.

Plus bagi yang baru langganan ada program 3 bulan hanya Rp 150.000,-. Bahkan dapat tambahan bonus lagi, 1 bulan gratis di bulan pertama.

Jadi kayanya boleh tuh kalau mau nyoba berlangganan Kompas untuk 4 bulan. Tinggal menghubungi agen koran terdekat. Kalau mau tau agen saya, nanti japri aja ya.

Nah demikianlah 7 alasan saya langganan koran Kompas. Ternyata banyak juga ya. Ya iya lah, karena kalau sedikit, mana mau saya langganan.

Tapi memang sih, menurut saya idealnya langganan koran itu untuk bisa dibaca banyak orang. Misalnya di sekolah, di kantor, dan di tempat-tempat umum. Semakin banyak yang baca, tentunya semakin baik. Dibanding hanya untuk dibaca di rumah oleh 1 atau 2 orang saja.

Kalau teman-teman bagaimana? Masih ada yang langganan koran? Atau minimal masih suka dan sempat baca koran kah?

Koran Kompas dengan tampilan baru sejak tahun 2018 ini (Sumber: www.ceritashanty.com).

Shanty Dewi Arifin
Shanty Dewi Arifin Mama yang sedang semangat belajar menulis demi bisa bayar zakat sendiri.

3 komentar untuk "Mengapa Saya Suka Langganan Koran?"

Comment Author Avatar
Kompas bisa bertahan rasanya keren bingitnya. setuju . . . baca koran beritanya lebih mendalam
Comment Author Avatar
Terasa banget bedanya saat membaca koran yang lain. Koran yang lain rasanya kok kopong.
Comment Author Avatar
Saya suka koran. Malah saya menjadikan koran sebagai barang koleksi haha. Tapi saya belum berlangganan. Sempat berpikir mau langganan tapi belum jadi terus hehe