Ketika Orang Tua Mahasiswa Belajar Kembali

event iom itb bekasi

Pertama kali punya anak mahasiswa itu menurut saya sangat nano-nano rasanya. Ya kepo, ya was-was, ya bingung juga. Menghadapi anak-anak yang stres dengan tekanan sebagai mahasiswa, kita sebagai orang tua juga bukannya menenangkan, eh malah bisa ketularan stres juga.

Itu sebabnya IOM - Ikatan Orang Tua Mahasiswa ITB di beberapa wilayah mulai aktif mengadakan pertemuan bagi para orang tua, khususnya angkatan 2025. Mengikuti acara IOM ITB wilayah Jakarta Raya yang mengadakan Gathering dan Talkshow pada 15 November 2025, IOM ITB wilayah Bekasi juga mengadakan acara Gruduk Planet Bekasi, pada 30 November 2025 lalu.

Beruntung sekali saya dapat kesempatan bisa hadir di acara tersebut sebagai perwakilan dari IOM Pusat. Awalnya sempat ragu mengenai perlu tidaknya meluangkan waktu untuk hadir di acara-acara seperti ini. Apa acara ini setipe dengan acara pertemuan orang tua saat anak-anak kita di sekolah menengah?

Ternyata keraguan saya terjawab tuntas dalam acara yang diselenggarakan di teras Aroem Resto Kawasan BCBD Summarecon Bekasi. Dibelai hembusan angin tepi danau, acara yang berlangsung dari pukul 9.30 hingga menjelang Ashar ini rasanya berjalan begitu cepat, padat, dan bermakna.

suasana gathering iom itb bekasi aroem resto

Mengenal Kegiatan IOM ITB

Kami yang berangkat dari ITB Ganesha pukul 7 pagi, memungkinkan untuk beramah tamah dengan teman-teman wilayah Bekasi sebelum acara dimulai. Bu Danik Sastrohardjono (orang tua mahasiswa Arsitektur 23) dan Pak Ulung Putra Sakti (orang tua mahasiswa Metalurgi 24 dan FTMD 25) sebagai tuan rumah membuka acara tepat waktu.

Dalam kesempatan ini, Pak Hendro Setyanto selaku Ketua IOM ITB periode 2024-2025 memperkenalkan IOM ITB dan kegiatan-kegiatannya. Bahwa IOM ITB terdiri dari 2 bidang. 

Bidang 1 yang diketuai Bu Ayi Purbasari membawahi 3 kegiatan: 

  1. OKI (Organisasi, Komunikasi, dan Informasi)
  2. ISumit (Iuran, Sumbangan, dan Kemitraan)
  3. Sistem Informasi

Sementara Bidang 2 yang diketuai Bu Endang Darfianti (Bu Evi) membawahi  3 kegiatan: 

  1. Bantuan mahasiswa dan kesehatan
  2. Pembinaan Mahasiswa dan Konseling
  3. Orang Tua Asuh

Disampaikan juga kegiatan IOM yang telah berjalan saat ini seperti: 

  • bantuan biaya UKT
  • biaya hidup
  • biaya tugas akhir
  • biaya kesehatan bagi yang membutuhkan dan bersifat darurat
  • bantuan kemahasiswaan
  • bantuan laptop untuk mahasiswa yang diinisiasi oleh IOM Fakultas

Bagi yang belum mengetahui, pengajuan bantuan IOM bisa diajukan oleh mahasiswa ITB dengan mengisi form bantuan di website IOM.

Setiap pekan, IOM Pusat akan menindaklanjuti permintaan bantuan dengan mewawancarai para mahasiswa yang membutuhkan bantuan. Target IOM adalah menyalurkan bantuan sebesar 1,2 Milyar Rupiah per tahun.

Jumlah yang tidak sedikit ya! Eh, emang IOM dapat uang dari mana?

Gathering di Aroem Resto Bekasi

Dana IOM ITB dari mana?

Tentunya dari sumbangan para orang tua mahasiswa. Orang tua bisa menyumbang sebagai Orang Tua Asuh (OTA) dengan membantu sebesar minimal Rp 800.000,-/bulan selama minimal 1 semester (total sekitar Rp 4,8 juta). Form menjadi OTA bisa dilihat di website IOM.

Jika menjadi OTA masih terasa berat, IOM juga membuka sumbangan berapa pun besarnya yang bisa langsung disalurkan ke rekening IOM Pusat. Setiap sumbangan yang masuk akan ditampilkan di website IOM sebagai bentuk transparansi. 

Para orang tua juga bisa menyumbang dalam bentuk membeli merchandise dan souvenir IOM yang lucu-lucu. Sebagai orang tua mahasiswa ITB, wajib deh kayanya punya satu dua barang IOM sebagai bentuk partisipasi membantu para mahasiswa yang membutuhkan.

Sebenarnya sebagai anggota IOM, para orang tua diminta untuk memberikan sumbangan sukarela sebesar Rp 1.000.000,- selama 4 tahun masa kuliah anak di ITB. Rasanya kaya besar ya. Tapi sebenarnya ini bisa dicicil loh. Boleh kok kalau mau bayar 250 ribu per tahun atau 125 ribu per semester dulu. Jadi sebenarnya jatuhnya hanya sekitar 20 ribuan saja loh per bulan. Nggak beda jauh lah sama uang kas ketika anak-anak kita di sekolah menengah. 

Hanya saja di IOM ITB peruntukannya jelas untuk membantu mahasiswa. 

Selain masalah uang, dalam kesempatan ini diperkenalkan juga pengurus IOM ITB wilayah Bekasi:

  • Ketua korwil: Panggih Warsoyo (orang tua mahasiswa Teknik Fisika 24)
  • Sekretaris: ⁠Novianty (orang tua mahasiswa Teknik Fisika 23)
  • ⁠Bendahara: Nova Irmayani (orang tua mahasiswa FITB 25)
  • Humas: Tenny (orang tua mahasiswa Teknik Fisika 23)
IOM wilayah Bekasi ini mencakup daerah Bekasi, Cikarang, Karawang dan sekitarnya.

iom itb bekasi
Tim IOM ITB wilayah Bekasi (Foto: Sahid)

Belajar dari Bu Fatimah

Pada pukul 11.00 WIB, sampailah kami ke materi utama dari Bu Prof. Fatimah Arofiati selaku Direktur Persiapan Bersama ITB. Lebih dari 170 peserta gathering yang hadir memang didominasi oleh angkatan 2025 yang masih tahap TPB, namun banyak juga dari angkatan 2024 dan 2023. 

Bu Fatimah membuka Talkshow mengenai Panduan Tumbuh di ITB dengan berbagi pengalamannya sebagai mahasiswa ITB.

Sebagai lulusan Fisika angkatan 1999, Bu Fatimah berhasil lulus S1 dengan predikat Cum laude pada tahun 2004, lulus S2 tahun 2006, dan lulus S3 pada tahun 2010. Semuanya dari ITB. 

Tiga belas tahun kemudian di tahun 2023, beliau mendapatkan predikat Guru Besar Fakultas FMIPA. Sempat dipercaya sebagai Kaprodi Sarjana Fisika pada 2023-2024, sebelum menjabat sebagai Direktur Persiapan Bersama ITB periode 2025-2027.

Bu Fatimah bercerita betapa berbedanya mahasiswa di masanya dulu dengan di masa sekarang. 

“Saya hanya diantar orang tua pas lulus dan wisuda saja,” katanya.

Sebagai salah satu penerima beasiswa IOM, Bu Fatimah selalu mengurus sendiri semua kebutuhan kuliahnya. Dari segala tetek bengek surat-surat administratif dari RT/RW untuk persyaratan beasiswa, sampai mencari uang untuk membiayai hidupnya di Bandung. Ia tidak mau membebani orang tuanya.

Fatimah Arofiati di Gathering IOM Bekasi

Nilai jelek, bukan akhir dunia

Kalau melihat prestasi akademiknya yang cemerlang, kita rasanya tidak menyangka kalau Bu Fatimah sebenarnya familiar dengan yang namanya nilai jelek, bahkan sampai mengulang mata kuliah di semester berikutnya. 

Pernah pada suatu masa ia merasa begitu stress dan memilih untuk tidak mengikuti ujian. “Daripada pasti tidak lulus karena tidak belajar, mending saya pulang dan mengerjakan hal lain,” katanya. Ia pun belajar dari kesalahan di semester tersebut, dan memilih mengulang dengan belajar dari pengalaman untuk mendapatkan nilai yang bagus di semester berikutnya.

Bu Fatimah mau menyampaikan kalau wajar saja dapat nilai tidak sesuai harapan atau terpaksa harus mengulang. Tidak perlu merasa terlalu stress atau akhir dunia hanya karena hal-hal seperti itu. 

“Beri anak ruang untuk belajar menyelesaikan masalahnya sendiri,” 

adalah pesan yang paling saya ingat dari pemaparan ibu 4 anak ini.

Walau begitu, beliau cukup empati kok pada kebanyakan orang tua sekarang yang selalu jadi orang tua siaga yang siap membantu anak dan tidak mau lihat anaknya susah. Ia mengakui juga, sebagai ibu yang memiliki anak kuliah di ITB, ia ingin semua lebih mudah buat sang anak. Rasanya nggak perlu lah si anak harus sesulit ibunya dulu karena sekarang dalam posisi yang bisa membantu. 

Namun, ia pun sadar kalau ia bisa merasakan manfaat kemandirian yang telah ia lakukan semasa ia kuliah. Bahwa itu semua sangat bermanfaat dalam membangun karirnya. Dari situ ia mulai bisa lebih tega untuk melihat anak-anaknya mandiri.

Mudah-mudahan kita sebagai orang tua juga bisa lebih menjaga jarak dengan kesulitan anak-anak kita. Mari kita belajar tega untuk memberi ruang kepada anak-anak agar bisa lebih mandiri.

Diskusi dengan orang tua

Yang seru dari acara seperti ini adalah kesempatan bertanya bagi para orang tua yang penuh semangat mendukung pendidikan putra-putrinya. 

Ada orang tua yang bertanya mengenai apa yang telah dilakukan ITB setelah melihat nilai ujian anak-anak yang bikin stress. Lalu kenapa nilai di ITB itu kesannya sulit sekali. Mbok ya dibuat gampangan dikit gitu lah. 

Gimana tidak stress coba melihat nilai dibawah 10 untuk skala 100. Kalau dulu mungkin yang tahu hanya si anak sendiri dan teman sekelasnya, sekarang nilai bisa dilihat anak, teman se-ITB, orang tuanya, bahkan dipajang di sosial media! 

Menurut penjelasan Bu Fatimah, sebenarnya untuk nilai di ITB itu merupakan hak prerogatif dosen pengampu yang sudah ada standarnya. ITB tidak bisa menurunkan standar tersebut. Yang bisa dilakukan adalah meningkatkan kualitas pengajaran.

Sudah banyak usaha yang dilakukan ITB. Seperti mengadakan asistensi, tutorial, SCL (Student Center for Learning Program) bagi mahasiswa yang membutuhkan pemahaman tambahan. Sayangnya tingkat kehadiran mahasiswa dalam kegiatan-kegiatan ini rendah. Bahkan ada juga kakak-kakak tingkat yang rela hadir dari Ganesha ke Jatinangor, khusus untuk mencari adik-adik tingkat yang membutuhkan bantuan belajar. 

Tapi sebenarnya tidak perlu terlalu khawatir dengan nilai TPB menurut Bu Fatimah. Bisa jadi nilai di TPB tidak terlalu bagus, tapi nanti setelah masuk jurusan IP-nya pada bagus-bagus. 

Disampaikan juga bahwa walau penjurusan akan dilakukan di semester 2, namun sebenarnya masa TPB itu tetap 1 tahun. Karena di semester 2, mahasiswa tetap akan mendapatkan Mata Kuliah Wajib ITB & Mata Kuliah Wajib Prodi. 

Foto bersama Gathering IOM Bekasi
Foto bersama peserta Gathering (Foto: Sahid)

Pesan Keamanan Digital 

Dalam materi kedua, Bu Ayi Purbasari yang juga Ketua Bidang 1 IOM ITB, alumni Teknik Informatika angkatan 90 ITB dan dosen Informatika Universitas Pasundan menyampaikan isu keamanan digital, mengenali dan mengantisipasinya. Belum lama ini di IG ITB, sempat diingatkan juga untuk mewaspadai penipuan digital yang sempat memakan korban mahasiswa ITB.

Dari kasus judi online, meme kontroversial yang melanggar UU ITE, pembuatan situs palsu, hingga adanya kebocoran data pribadi sempat menimpa mahasiswa. Penting buat para orang tua dan mahasiswa lebih perhatian untuk keamanan digital ini. 

Salah satu pesan penting dari Bu Ayi adalah untuk memastikan untuk selalu mendapatkan informasi dari sumber resmi ITB dan tidak mudah membagikan informasi di WAG. Terutama di WAG IOM yang anggotanya bisa lebih dari 500 orang itu. 

Acara dimeriahkan juga dengan pembagian sejumlah doorprize dan lelang jakat IOM yang terjual senilai 1,25 juta kepada Bu Sri Sulastri (orang tua mahasiswa SITH-R 25). Seluruh keuntungan lelang dan penjualan merchandise akan disalurkan sebagai bantuan IOM kepada mahasiswa.

Di acara ini saya juga akhirnya berkesempatan bertemu dengan teman-teman sesama orang tua di WAG IOM. Beda loh rasanya bisa bertemu langsung dengan sesama orang tua dalam suasana yang santai seperti ini. Insya Allah, silahturahmi akan terus terjalin.

Terima kasih kepada tuan rumah IOM ITB wilayah Bekasi yang sudah menginisiasi acara ini. Sebagai informasi, acara IOM ITB wilayah Banten akan dilaksanakan pada 6 Desember 2025 dan IOM ITB wilayah Bandung pada 21 Desember 2025. Semoga banyak orang tua yang bisa bersilaturahmi dan tumbuh bersama di ITB dengan putra-putrinya.

Shanty di event iom itb bekasi
Akhirnya bisa bertemu langsung dengan Bu Euis, Bu Santi, Bu Mimi.



Shanty Dewi Arifin
Shanty Dewi Arifin Mama yang sedang semangat belajar menulis demi bisa bayar zakat sendiri.

Posting Komentar untuk "Ketika Orang Tua Mahasiswa Belajar Kembali"