Say No To Hoarder, Hikmah Kebanjiran

Tema Foto dan Ceritanya yang diangkat menjadi tema Tantangan Blogging Mamah Gajah Ngeblog terakhir di tahun 2024 sebenarnya sudah saya bayangkan untuk memilih foto indah dengan cerita yang penuh suka cita. 

Mungkin itu yang akan terjadi kalau deadline tantangan di tanggal 20. Kenyataannya deadline tantangan diundur di tanggal 30 November 2024. Tepat saat saya sedang pegel-pegelnya setelah 2 hari lalu dapat musibah kebanjiran. Mungkin ini yang namanya azab seorang deadliner. 

Pada hari Pilkada Nasional 27 November 2024 yang mestinya disibukkan dengan memantau hasil pilkada di TV, kami malah dapat kabar musibah banjir di rumah Mama di Antapani. Rumah yang kami tempati sejak tahun 1999 dan merupakan karya desain pertama saya sebagai arsitek. Selama 25 tahun kami tinggal di sana, tidak pernah sekalipun mengalami yang namanya kebanjiran.

Bisa bayangkan mencuci piring sebanyak ini? Kalikan 10 kali lipatnya.

Sejak menikah, saya dan keluarga punya rumah sendiri yang jaraknya sekitar 15 menit lah dari rumah Mama. Di rumah kami sendiri, saya sebenarnya cukup familiar dengan yang namanya kebanjiran yang masuk rumah. Ada lah sekitar 4-5 kali rumah kami kemasukan air. Tapi kalau bisa saya bilang, itu banjir 'cantik'. 

Air yang masuk maksimal 10 cm saat hujan lagi deras-derasnya. Seringnya bahkan hanya di 5 cm saja. Dan airnya bisa dibilang bening. Saat hujan berenti, airnya pun surut. Buat saya dengan rumah yang hanya sekitar 40-50 m2 saja, kebanjiran itu nggak gitu lebih sulit dari masa-masa ngepel besar-besaran aja. Malah sekalian buat membersihkan bagian-bagian rumah yang susah dibersihkan. 

Pernah salah satu banjir terparah yang kami alami, beberapa perabot akhirnya rusak dan kami buang. Buat saya itu malah blessing karena jadi beli perabot baru yang lebih bagus dan layak. 

Nah, ini berbeda sekali ceritanya saat kebanjiran di rumah Mama ini. Ini pertama kalinya saya mengalami yang namanya banjir lumpur. Makanya langsung ingat cerita Mamah Risna yang mengalami kebanjiran di Chiang Mai Oktober lalu. 

Padahal sudah dibungkusin rapi satu-satu loh... tapi semua basah berlumpur.

Banjir Antapani 27 November 2024

Sempat awalnya kami kira banjir ini karena tanggul jebol. Ternyata sejumlah daerah di Antapani terkena banjir karena curah hujan yang tinggi. Menurut Kepala Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Citarum, Dian Almaruf, curah hujan saat itu mencapai 150 ml. Padahal katanya, curah hujan 40 ml saja sudah menyebabkan genangan air. Bandung gitu loh... yang selalu hilang kecantikannya saat hujan.

Konyolnya, yang bikin banjir tiba-tiba menggenangi rumah warga hingga sekitar 50cm ini adalah karena adanya penyumbatan di Sungai Ciparungpung. Banyak endapan lumpur atau sedimentasi yang membuat sungai mengalami pendangkalan dan sangat banyak sampah. Segala kasur ada di sana. Perlu waktu hingga 2 hari untuk mengangkat sampah dari sungai tersebut menurut informasinya.

Say good bye to album foto yang berlumpur

Dampaknya yang paling terasa adalah sejumlah jalan di daerah Antapani terendam lumpur. Termasuk rumah kami di Kompleks Citra Antapani. Andai saja rumah kami lebih tinggi 50cm, sebenarnya masih bisa aman dari kemasukan air ke dalam rumah. Seperti tetangga depan dan sebelah yang aman tidak kebanjiran hingga ke dalam rumah. Hanya sebatas di garasi saja. 

Kalau rumah saya hanya ukuran 40-50m2, rumah Mama ini ukurannya sekitar 100m2 lantai dasarnya. Bisa bayangkan barang di rumah yang sudah ditinggali 25 tahun dengan 3 anak? Banyak sekali saudara-saudara! Dan itu pada kena air lumpur semua setinggi 30-40cm. Kira-kira sampai rak bagian bawah lah.

Banjir itu terjadi sekitar setelah ashar. Saya sendiri baru bisa ke rumah Mama setelah menjelang magrib karena kondisinya masih hujan. Saat sampai ke rumah Mama, air sudah surut dan meninggalkan lumpur yang sudah lumayan dibersihkan oleh adik saya. 

Yang ada di kepala adalah kebingungan mulainya darimana? 

Lumpur di lantai? Atau membongkar isi lemari yang isinya lumpur? Tapi lemari mana yang duluan, sementara ini ada banyak sekali lemari? Mulai dari ruangan mana? 

Asli saya blank juga saat pertama melihat kondisinya. Hanya bantu-bantu sedikit mengeluarkan air yang bisa dikeluarkan karena terjebak di pojok-pojok ruangan. 

Saya baru lihat mengenai pentingnya mengecek kemiringan lantai saat membangun rumah. Bukan hanya kamar mandi yang lantainya harus miring ke saluran air, tapi juga ruangan lain harus dicek kemiringannya. Biasanya mengecek kemiringan ini dengan kelereng. Kalau kelereng bergulir ke pojok ruangan, berarti ada yang salah dan harus dibongkar lantainya. Kemiringannya mestinya ke arah pintu keluar. Jadi kalau kebanjiran seperti ini tidak repot.

Waktunya mengikhlaskan...

Saya baru benar-benar membantu membersihkan pada hari kedua. Adik saya semalaman di hari pertama sudah mengeluarkan lumpur yang tebalnya. Di hari kedua, saya coba membuka lemari dapur bagian bawah. Syok banget lihat isinya adalah perangkat makan yang berisi air berlumpur. Bahkan toples tertutup saja bisa dipenuhi air! 

Hampir seluruh rak dapur dengan bentuk U yang isinya penuh alat makan terendam dan tentu saja perlu dicuci. Banyak banget!!! Jujur yang bikin sedih adalah ini bukan alat makan yang biasa kami pakai. Ini hanyalah alat makan yang disimpan bertahun-tahun saja.

Saya sama adik saya sampai becanda. Banjir ini mungkin doanya lusinan teko dan cangkir-cangkir di lemari yang ingin disentuh oleh tangan manusia. Langsung muncul di kepala imajinasi obrolan mama teko dan anak cangkir di film Beauty and The Beast.

Kasihan mesin cucinya...

Pada hari kedua karena hanya membersihkan bersama adik, kami hanya membersihkan beberapa ruangan dan membongkar lemari dapur. Itu pun hingga malam, masih banyak piring yang belum tercuci saking banyaknya. Jadi prosesnya itu:

1. Mulai dengan keberanian membuka lemari. 

2. Lalu syok dengan melihat isinya. Antara lihat banyaknya barang dan lihat penuh airnya. 

3. Mengeluarkan barangnya dengan tabah.

4. Dicuci dengan sabun.

5. Ditiriskan dan dilap kering

6. Lemari dibersihkan

7. Barang yang sudah bersih dan kering, dimasukkan kembali biar nggak berantakan.

Saya hanya sanggup di langkah 1-4 saja. Sisanya adik saya. Tentunya di hari pertama, urusan dapur saja hanya sampai baru dikeluarkan saja. Masih banyak yang belum bisa dicuci dan belum bisa dimasukkan ke dalam lemari kembali karena lemarinya masih kotor. Tenaga kami sudah habis.

Untungnya di hari kedua ada tukang bisa dimintai bantuan membersihkan lumpur dan angkat-angkat barang. Jadi bagian kami cukup di membuka lemari yang belum dibuka dan mengeluarkan isinya yang penuh lumpur. Sisanya serahkan ke Pak tukang. 

Dari lemari penyimpanan kain, mukena, sejadah, rak album foto, rak pakaian, rak perkakas, dan segala tetek bengek lainnya. Luar biasa lah banyaknya. Di hari ketiga, airnya sudah semakin bau dan lemari kayu mulai ngeletek karena menampung air. 

Berapa banyak sih barang yang benar-benar kita perlukan dalam hidup?

Bentuk laci di bagian bawah itu ternyata menampung air. Beda dengan bentuk rak dimana airnya bisa keluar sendiri saat surut. Sebenarnya kalau airnya naik pelan-pelan, model laci ini malah bisa aman karena bisa tinggal dipindahkan dengan isinya ke tempat yang lebih tinggi. Tapi kalau kasusnya air mendadak datang kaya air bah dan langsung tinggi, apalagi dengan jumlah laci yang banyak, ya tentu saja tidak ada yang bisa terselamatkan. 

Tapi Alhamdulillahnya, ada laci di bagian bawah yang berisi dokumen penting tidak tersentuh air. Sementara barang lain kemasukan air.

Pelajaran berharga yang saya ambil dari banjir ini adalah: Milikilah barang secukupnya saja! 

Menurut saya, kecenderungan tidak membuang barang dan menumpuk barang di rumah itu bukan kebiasaan yang perlu dipertahankan. 

Batasi jumlah pakaian, alat makan dan dapur, buku, sepatu, tas, pernak-pernik, seperlunya saja. Jangan berlebihan. Allah tidak pernah suka pada apa yang berlebihan.

Saya sendiri punya kecenderungan hoarder. Parahnya, hoardernya bukan di rumah sendiri, tapi di rumah Mama. Rumah saya sendiri memang kecil, tapi barangnya ternyata banyak 'dibuang' ke rumah Mama. Ya buku, ya pakaian yang tidak disuka, ya alat dapur. Padahal sebenarnya, kalau memang tidak diperlukan, ya ikhlaskan saja untuk mereka yang lebih membutuhkan. Biarkan mereka bermanfaat buat orang lain.

Daripada harus diambil Allah dengan cara seperti kebanjiran atau musibah lainnya. Innalillahi wainna ilaihirojiun untuk barang-barang yang terpaksa harus dibuang dengan cara bergelimang lumpur...



Shanty Dewi Arifin
Shanty Dewi Arifin Mama yang sedang semangat belajar menulis demi bisa bayar zakat sendiri.

5 komentar untuk "Say No To Hoarder, Hikmah Kebanjiran"

Comment Author Avatar
I feel you mbak. Aku juga berasa diingatkan pasca kebanjiran kemarin, mendingan barang yang sudah tidak dipakai dihibahkan ke yang lebih membutuhkan, daripada. dibuang akibat kerendam banjir.
Comment Author Avatar
Innalillahi ... Turut prihatin ya Teh. Banjir selalu meninggalkan cerita penuh hikmah, tidak hanya lumpur dan kotoran.

Semoga sudah beres semuanya ya ...
Comment Author Avatar
Innalillahi Teh Santi. Turut prihatin, ternyata banjir lumpurnya parah banget. Bikin capek fisik dan emosi ya membantu membersihkan. Bener banget tuh barang di rumah seperlunya aja. Saya pun mulai hibah-hibahkan barang nih...
Comment Author Avatar
Pasti bingung banget ketika mau bersihkan rumah, mulai darimana… bersihkan rumah yang tidak kebanjiran pun begitu rasanya… tapi pastinya kalau kkebanjiran, galaunya pasti lebih ya… semoga segera beres bersih-bersihnya. Dan yang terpenting semoga banjirnya gak ada lagi
Comment Author Avatar
Kebanjiran saja sudah melelahkan teh, aplg tambah lumpur.
Nuhun teh insightnya ttg kemiringan lantai agar kalau ada air dlm rumah tidak mengenang tp bs teralirkan keluar