Bagaimana Persiapan Menghadapi PPDB SMP 2023 di Bandung?

 

Ppdb smp 2023 bandung

Tidak terasa PPDB - Penerimaan Peserta Didik Baru 2023 akan berlangsung dalam 4 bulan lagi. Nilai-nilai yang akan dipakai untuk jalur prestasi sudah terkumpul. 

Saya sebenarnya tidak bisa menebak sistem seperti apa yang akan dipakai untuk PPDB tahun ini.

Sejak PPDB SMP 2019 yang diikuti oleh anak pertama, saya selalu mencoba mengikuti kegiatan PPDB dari tahun ke tahun. Dalam beberapa tahun ini, proses PPDB memang unik-unik.

PPDB SMP di Bandung dari masa ke masa

PPDB tahun 2019 memang salah satu yang terunik. Karena adanya jalur kombinasi. Yaitu jalur yang penerimaannya berdasarkan nilai UN dan jarak dengan kuota sebesar 20%. Ini adalah tahun terakhir menggunakan nilai UN.

Tahun 2020 menurut saya adalah yang terparah. Karena pada saat itu menggunakan sistem seleksi zonasi 90%. Nilai pelajaran sama sekali tidak dilihat. 

Ini adalah masa pertama anak-anak tanpa UN karena pertimbangan pandemi. Masuk sekolah negeri semata-mata karena rumahnya ‘benar-benar super dekat sekolah.” Jual beli KK hingga kasus alamat rumah di kantin sekolah menjadi kenyataan yang bikin miris di tahun ini.

Pada tahun 2021 dan 2022 kemarin, akhirnya Disdik Bandung menemukan formula yang lumayan bisa diterima. Yaitu dengan menggunakan rumus 40% nilai rata-rata 8 pelajaran selama 5 semester ditambah bobot peringkat kelas. 

Bobot peringkat ini diambil dari 10% jumlah murid di kelas. Umumnya peringkat 1-3 dengan rumus: 60 - (60-28)x(n-1). Dimana n adalah peringkat kelas. 

Jadi sederhananya, untuk peringkat 1 anak mendapat penambahan nilai 60 poin, peringkat 2 bertambah 57,857 poin, dan juara 3 bertambah 55,714 poin. Sementara anak peringkat ke-4 tidak mendapatkan penambahan poin sama sekali.

Kebayang nggak betapa nyeseknya anak peringkat 4 di sebuah kelas. Peraturan ini membuat tidak ada istilah SD favorit yang bisa memasukkan anak didiknya dengan cara bedol desa ke sebuah SMP favorit. 

Hanya anak peringkat 1-3 dari tiap kelas yang punya kesempatan untuk masuk melalui jalur prestasi ke sekolah negeri.

Jadi misalnya peringkat 4 di sekolah A nilai rata-ratanya 97, ia bisa kalah skor dengan anak peringkat 1 di sekolah B dengan nilai rata-rata 95 saja. 

Karena anak peringkat 1 dapat tambahan 60 poin, sementara si anak peringkat 4 harus puas tanpa tambahan poin apa pun. Padahal jelas-jelas rata-rata nilainya jauh lebih tinggi. 

Adil atau tidak? Wallahuallam.

Kalau mau melihat versi tidak pakai tambahan bobot peringkat, kita bisa lihat PPDB SMA di kota Bandung pada tahun 2022. Dengan tidak adanya bobot peringkat, kasus SMP bedol desa ke SMA favorit terjadi. 

Untuk kota Bandung, terjadi kasus puluhan siswa dari SMP Darul Hikam dengan nilai nyaris sempurna (di atas rata-rata 97 untuk skala 100) memenuhi kuota SMA-SMA favorit di Bandung. 

Ini hal terburuk yang akan terjadi ketika tidak ada pembatasan dengan sistem peringkat. Sekolah bisa seenaknya memiliki standar sendiri dengan memberikan nilai sempurna para lulusannya dan menghabiskan jatah anak-anak dari sekolah lain. Hal ini terjadi di beberapa sekolah swasta di kota-kota lain di Jawa Barat. 

Jadi sistem peringkat ini adil atau tidak? Tergantung peruntungan si anak.

Untuk SD saya rasa sistem penambahan bobot peringkat ini karena banyaknya jumlah sekolah dasar di Bandung. SMP negeri merasa perlu untuk menampung anak-anak dari berbagai sekolah SD. Terasa lebih tidak adil kalau sampai satu SMP hanya dipenuhi oleh anak-anak dari mayoritas SD tertentu saja. 

Jalur-jalur PPDB 

Sebenarnya jalur PPDB bisa dilihat sudah lebih adil sih sekarang ini. Dibandingkan zaman dahulu kala dimana untuk masuk sekolah favorit hanya mengandalkan 1 nilai UN saja. Hanya anak dengan kemampuan kognitif tinggi yang bisa masuk sekolah favorit.

Sekarang ada banyak jalur untuk bisa masuk sekolah negeri.

#1 Jalur Zonasi dengan kuota minimal 50%

Mereka yang rumahnya super dekat dengan sekolah bisa dipastikan untuk bisa sekolah. Cuma ya itu, jaraknya agak kurang masuk akal. Bener-bener nempel sekolah! 

Jual beli Kartu Keluarga atau menggunakan Kartu Keluarga adalah praktek yang marak dilakukan orang tua demi mengakali jalur ini. 

#2 Jalur Prestasi dengan kuota maksimal 30% 

Uniknya jalur prestasi ini masih dibagi lagi menjadi dua. Yaitu jalur prestasi nilai rapor dan jalur prestasi perlombaan/penghargaan. Komposisinya 60% untuk prestasi rapor dan 40% untuk prestasi perlombaan.

Jumlah sekitar 35-45 kursi tergantung kapasitas sekolah. 

Jadi bagi yang putra-putrinya punya prestasi olahraga, lomba menyanyi, tahfiz, atau bakat lainnya, bisa banget memanfaatkan jalur ini. 

Tapi yang perlu diingat, bahwa bukan asal lomba ya. Melainkan lomba yang resmi diadakan oleh pemerintah. Biasanya lomba-lomba berjenjang dari tingkat kecamatan, kota, provinsi, nasional hingga internasional. Setiap lomba ada poin-poinnya. Cukup 1 kejuaraan terbaik saja yang akan dinilai. 

#3 Jalur Afirmasi dengan kuota minimal 15%

Bagi mereka yang tidak mampu, negara membuka kesempatan kepada mereka untuk mengisi jalur ini. Tidak ada alasan anak tidak mampu untuk tidak bisa sekolah selama rumah mereka dekat dengan sekolah tersebut. 

Fair enough sih kalau menurut saya. Bagaimana pun, negara harus bertanggung jawab untuk memberikan pendidikan yang layak untuk anak-anak ini. Tidak harus jadi anak pintar atau berprestasi saja untuk bisa mencicipi bangku sekolah negeri.

#4 Jalur Perpindahan orang tua dan jalur anak guru dengan kuota maksimal 5%

Jadi buat yang orang tuanya pindah tugas, seperti kasus Kang Emil yang pindah dari jadi Walikota Bandung ke jadi Gubernur Jawa Barat, bisa tuh memanfaatkan jalur ini. 

Selain karena pindah tugas, bisa juga dimanfaatkan oleh anak guru. Wajar sih ya, masa anak guru tidak dikasih jatah. Padahal kan orang tuanya sudah berjasa mendidik para tunas-tunas bangsa. 

Jumlah yang diterima melalui jalur ini bisasanya sekitar 8 orang saja. 

Saya melihat ke empat jalur ini sudah cukup adil untuk lebih banyak pihak. Berbagai jenis kemampuan anak bisa ada porsinya walau sedikit-sedikit. Ya... sudahlah, sementara ini mau bagaimana lagi.

(900 kata)
Shanty Dewi Arifin
Shanty Dewi Arifin Mama yang sedang semangat belajar menulis demi bisa bayar zakat sendiri.

1 komentar untuk "Bagaimana Persiapan Menghadapi PPDB SMP 2023 di Bandung?"

Comment Author Avatar
Sasa masuk SMP ya teh, rencana masuk mana?