IATSS Forum Memaksa Saya Belajar Bahasa Inggris
Kemampuan berbahasa bukanlah hal yang mudah buat saya. Sepertinya ada sambungan yang putus antara otak dan lidah kalau urusannya sama bahasa. Di tanah Sunda yang sudah saya tinggali sejak tahun 1987, tidak bisa membuat saya fasih mengucapkan bahasa Sunda. Padahal saya sudah bela-belain menikahi orang Sunda tulen loh. Tapi ternyata itu tidak banyak membantu.
Bukan hanya bahasa Sunda yang saya kesulitan menguasainya. Bahasa Inggris yang sudah saya pelajari sejak kelas 1 SMP-pun begitu sulit saya kuasai.
Saya masih ingat ketika hampir menangis karena nggak bisa baca textbook berbahasa Inggris saat kuliah. Duh mana bacaannya banyak banget. Saat itu Bu Ririn (Woerjantari K. Soedarsono), salah satu dosen yang prihatin melihat parahnya kemampuan mahasiswanya ini, memberikan satu tips penting untuk memudahkan membaca textbook bahasa Inggris.
“Mulai dengan ketahui apa yang ingin kamu cari di buku tersebut. Kemudian buka index di bagian belakang untuk mencari jawabannya,” terang Bu Ririn.
Fiuh, tips sederhana itu sangat menyelamatkan saya untuk mencari jawaban dari sejumlah bahan berbahasa Inggris. Setidaknya saya selamat bisa lulus sebagai Sarjana S1 dengan kemampuan bahasa Inggris yang pas-pasan.
Kebutuhan untuk bisa berbahasa Inggris
Kebutuhan untuk bisa berbahasa Inggris akhirnya muncul di tahun 2002. Saat itu saya baru 2 tahun lulus S1 dan tengah bekerja di sebuah konsultan perencana Arsitektur di Bandung. Salah satu bos yang juga adalah dosen saya almarhum Pak Indra Budiman Syamwil menawarkan untuk mengikuti sebuah program menarik.
“Shan, kamu mau ikut program singkat ke Jepang?”
“Ada syarat IPK Pak?” tanya saya. Kalau kalau sudah bawa-bawa IP, saya sudah minder duluan.
“Nggak! Syaratnya cuma pengalaman kerja 2 tahun dan umur di bawah 35 tahun.”
“Bayar Pak?”
“Nggak, gratis!”
Ehm bagian yang gratis-gratis gini gua demen. Jarang-jarang nih ada program seperti ini. Program yang mesti dimanfaatkan sebaik-baiknya bagi orang ber-IPK cekak seperti saya.
Informasi mengenai IATSS Forum tahun ini bisa langsung ke website www.iatssforum.jp |
Mengenai IATSS Forum
Program itu bernama IATSS (International Association of Traffic and Safety Science) Forum. Sebuah program yang didanai oleh Perusahaan Honda Motor Jepang. Program yang dimulai tahun 1985 ini, mengumpulkan belasan anak muda untuk belajar bersama di Jepang selama hampir 2 bulan.
Setiap tahunnya akan dipilih 4 orang yang mewakili setiap negara ASEAN. Dua orang akan berangkat untuk angkatan pertama, dan 2 orang berangkat sebagai angkatan kedua pada tahun tersebut. Pada angkatan saya tahun 2003, ada 9 negara partisipan. Kini sudah menjadi 10 negara.
Syaratnya betul hanya 2 saja seperti yang dosen saya sampaikan di atas. Pengalaman kerja minimal 2 tahun dan umur dibawah 35 tahun. Ya itu saja!
Salah satu kegiatan santai. Jalan-jalan sore naik sepeda keliling kota Suzuka. |
Tantangan Pertama Mengisi Formulir Pendaftaran
Tantangan pertama yang saya hadapi saat ingin mengikuti program yang sepertinya gampang ini adalah mengisi formulir pendaftaran. Ya Allah, itu form beberapa halaman dalam bahasa Inggris. Ini pertama kali saya lihat form isian berbahasa Inggris yang begitu banyak.
Pertanyaannya sekitar data diri, alasan mengikuti kegiatan, dan diminta memberi essay 1 lembar dengan tulisan tangan. Oh iya, ditambah surat rekomendasi dari 2 orang.
Gampang?
Buat saya nggak. Buat baca formulirnya saja saya perlu bolak-balik buka kamus. Setelah itu saya coba untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diberikan sebaik mungkin dalam bahasa Indonesia. Baru kemudian diterjemahkan lagi ke dalam bahasa Inggris.
Saat itu saya belum tahu menggunakan pengecek ejaan dalam bahasa Inggris di word. Kebetulan juga formnya saya isi dengan tulisan tangan. Jadi untuk memastikan ejaan bahasa Inggris saya nggak bikin dewan penyeleksi di Jepang pusing kepala bacanya, saya meminta bantuan teman yang jago bahasa Inggris untuk membantu proofreading. Setelah melalui quality test, baru saya PD menuliskan ke form pendaftaran.
Termasuk juga essay 1 lembar dalam bahasa Inggris. Saat angkatan saya temanya adalah How the family should educate and discipline its children at home? Ketika itu saya berumur 27 tahun dan belum menikah.
Untuk surat rekomendasi, saya minta dari 2 orang atasan di kantor yang kebetulan keduanya adalah dosen di masa kuliah. Bahkan salah satunya adalah dosen pembimbing tugas akhir. Jadi mereka cukup mengenal saya dengan baik. Termasuk bagian payah-payahnya. Ha...ha...
Karena wabah SARS tahun 2003, kami harus dikarantina di sini dulu. |
Tantangan Kedua Wawancara
Setelah application form dikirimkan bulan Juli, yang kita bisa lakukan adalah berdoa, berdoa, dan berdoa. Belum belajar bahasa Inggris. Masih khusyuk berdoa saja.
Dan alhamdulillah pada awal Desember 2002, saya dapat surat cinta dari Bu Anne Indrawaty Sekretariat IATSS Forum Indonesia. Mengabarkan kalau saya lolos untuk wawancara tahap akhir yang akan diadakan di Hotel Aston Atrium Senen Jakarta pada 10 Januari 2003.
Nah lo, kalau wawancara saya bisa proofreading ke siapa ini? Ini kan lisan. Saya nggak akan sempat nanya-nanya kiri-kanan dulu. Gimana ya cara saya bisa melalui tantangan ini?
Masih ada waktu 1 bulan untuk persiapan wawancara. Yang pertama saya lakukan adalah menghubungi para alumni IATSS Forum yang saya kenal. Kebetulan ada 2 dosen yang pernah mendapatkan kesempatan ini. Via telepon, saya tanyakan apa saja yang biasanya ditanyakan saat wawancara.
Dari situ saya menyusun sejumlah pertanyaan dan jawaban dan berlatih wawancara. Sekali lagi dengan bantuan teman-teman saya yang jago bahasa Inggris.
Berikut beberapa pertanyaan yang saya siapkan (baca: hapalkan dengan sedikit improvisasi):
- Tell me about yourself.
- Could you tell us how are you picturing your self 10 or 20 years ahead?
- What is your biggest problem and how you handle it?
- Why we should choose you?
- What do you know about IATSS?
- What is your objective to join this program?
- What is your expectation from this program?
- How can this program benefit for you, your company and your country?
- How the family should educate and discipline its children at home? (berkaitan dengan essay yang dibuat)
- What do you want to learn from other countries?
- Do you know IATSS Forum motto?
Kebetulan saya dipanggil wawancara pertama. Jadi nggak sempat tegang lama-lama. Benar saja, pertanyaan wawancara tidak jauh-jauh dari seputaran ini. Saya bisa menjawab dengan lancar pertanyaan dari pihak IATSS Forum Jepang, Honda Motor dan Pak Jimly Asshiddiqie sebagai salah satu alumni.
Setelah selesai wawancara dan makan siang, panitia langsung mengumumkan 4 orang yang akan terpilih untuk berangkat ke Jepang pada batch ke-1 dan batch ke-2. Serta 2 orang lagi terpilih sebagai cadangan.
Alhamdulillah, saya terpilih sebagai salah satu dari orang yang berangkat pada batch pertama bersama Ermida Simanjuntak dari Surabaya.
Bersama teman dari Malaysia dan Thailand saat opening ceremony |
Tantangan Ketiga Persiapan ke Jepang
Akhirnya tibalah pada tantangan selanjutnya. Saya beneran harus ke Jepang selama 55 hari. Di sana bukan jalan-jalan sama keluarga yang bisa bahasa Indonesia ya. Melainkan saya akan hidup bersama dengan teman-teman berbagai negara, berdiskusi, mendengarkan seminar, ngobrol-ngobrol, nge-gosip. Masa harus dihapalkan juga?
Baru deh tangan saya benar-benar dingin. Gimana ini? Ya harus fasih berbahasa Inggris lah.
Kalau untuk kursus formal, entah kenapa saya nggak pernah terlalu berminat. Belajar hanya 2 kali seminggu masing-masing 2 jam rasanya tidak akan efektif. Mahal lagi. Tahu kan, saya mah sukanya yang gratisan aja.
Akhirnya selama 5 bulan dari sejak wawancara hingga berangkat, saya memilih untuk road show ke sejumlah English Club yang ada di Bandung. Rajin banget dah dari satu klub ke klub lain. Ada kali sekitar 4-5 klub bahasa Inggris yang saya ikuti secara bersamaan saat itu. English Club itu seru karena disana kita langsung ngobrol aktif dengan tema tertentu.
Favorit saya sama seperti Afina teman saya di Mamah Gajah Ngeblog, yaitu English Club The Center yang dulu tempatnya di depan RASE FM Setiabudi. Pengelolanya adalah keluarga bule, Pak Steve kalau tidak salah namanya. Di sana banyak bule suka menyasarkan diri, jadi kami bisa berlatih sama mereka juga. Kegiatannya seru-seru, selain tempat hang out anak-anak, ada juga book club setiap hari tertentu, atau acara camping bersama. Saya pertama kali tahu soal budaya bakar marshmellow camping ya dari mereka ini. Teman-temannya juga asyik-asyik. Kemampuan bahasa Inggris saya meningkat pesat di sana.
Terharu aku tu bisa presentasi kaya gini dalam bahasa Inggris. |
Tantangan Keempat di Jepang
Akhirnya tibalah pada waktunya harus berangkat ke Jepang pada Mei 2003. Semua usaha saya selama ini akan diuji. Kira-kira saya beneran bisa nggak sih hidup di negeri berbahasa asing? Akan kah saya gagu selama di sana dan dipulangkan?
Saya ingat banget kejadian yang paling bikin deg-degan itu. Saat makan malam pertama di mana saya harus bertemu dengan seluruh partisipan lain di ruang makan IATSS Forum. Aduh, mau ngomong apa ya saya. Saya bisa ngomong nggak ya? Mereka akan ngerti ucapan saya nggak ya?
Alhamdulillah, ternyata semua lancar dan cair. Walau bahasa Inggris patah-patah, saya survive lah buat 2 bulan di Jepang. Masih tetap hidup setelah melalui masa-masa penuh peluh untuk presentasi dalam bahasa Inggris, memimpin diskusi, nge-rumpi sama teman, sampai menawar harga barang. Its all in English. So, Bahasa Inggris tidak lah sesulit yang kita bayangkan.
Akhir kata, saya hanya mau berpesan buat teman-teman yang kesulitan menguasai bahasa asing. Jangan sampai kemampuan berbahasa, menghalangimu mencapai impianmu. Selalu ada jalan kalau kita benar-benar mengusahakannya.
Tulisan ini dibuat dalam rangka Tantangan Blogging Mamah Gajah Ngeblog bulan September dengan tema Pengalaman Berbahasa Seumur Hidup.
(1400 kata)
11 komentar untuk "IATSS Forum Memaksa Saya Belajar Bahasa Inggris"
Kukira cuma saya doank yang debleg belajar bahasa. Setelah baca tantangan bulan ini, ternyata saya tidak sendiri ....
Tapi setelah resign dari sana (dan itu 21 tahun lalu :D) kayaknya kemampuan bahasa Inggrisku jadi memilukan :))
Soalnya kadang pengen cari cara lain belajar dan berbeda seperti yang sudah ada sebelumnya