Mengenang Penulis Produktif Ifa Avianty
Innalillahi wainna ilaihi rojiun.
Pagi hari ini, saya dapat kabar duka yang cukup mengejutkan. Bahwa teman kami di IP Depok dan KLIP, Mbak Ifa Avianty telah berpulang dengan tenang karena sakit kanker.
Saya mengenal Mbak Ifa Avianty sekitar Mei 2020 lalu. Asli lu mainnya beneran kurang jauh deh Shan. Kok ya bisa-bisanya nggak kenal dengan penulis senior ini.
Semua bermula saat Mbak Ifa menjapri saya untuk menanyakan alasan KLIP menetapkan batas minimal 300 kata per setoran.
Mbak Ifa selama ini sangat rajin setoran harian di KLIP dengan menggunakan akun Instagram atau Facebooknya. Menceritakan keseruan homeschooling kedua putranya Ahya dan Bebeb. Sekedar tulisan status pendek-pendek yang jumlahnya kurang dari 300 kata.
Dengan adanya batasan kata 300 per setoran, Mbak Ifa jadi merasa kesulitan nggak bisa ikutan setoran lagi.
Saat itu, saya dengan sok taunya menyarankan Mbak Ifa untuk mengumpulkan saja statusnya dalam bentuk Google Dokumen. Lalu disetorkan setiap beberapa hari setelah jumlahnya cukup 300 kata.
Kalau 1 hari menulis 100 kata per status, setoran KLIPnya bisa dibuat untuk 3 hari sekali saja. Tulisan di status bisa dikumpulkan di Google Dokumen dengan rapi. Malah mungkin bisa jadi 1 bab sendiri per bulan atau bahkan jadi 1 buku setelah setahun.
Keren banget kan?
Saya nggak tahu kalau tengah chat dengan seorang penulis yang di Goodreads terdaftar 47 buku dari sejumlah penerbit major atas namanya. Ada novel, kumpulan cerpen, antologi, buku nonfiksi, dan buku anak.
Terus Mbak Ifa bilang, kalau dia saat itu sudah tidak tertarik lagi untuk membuat buku. Ia sudah melakukannya selama belasan tahun katanya.
Dan bisa dibilang ia cukup trauma dengan hal itu.
Loh kok ada istilah trauma menulis bagi seorang penulis?
Langsung dong saya kepoin profil Mamanya Akna, Ahya, dan Bebeb Akram ini. Takjub juga lihat begitu banyaknya karya tulis beliau yang nggak kaleng-kaleng. Beberapa karya Mbak Ifa bisa dibaca di iPusnas.
Saya ingat saat itu langsung mengabarkan ke grup Ketua Kelas KLIP.
"Kalian tahu kalau di KLIP ada penulis senior?"
Saat itu Dea yang memang urusannya mencari KLIPers untuk ditampilkan di Kenal Lebih Dekat langsung menjawab,
"Tau dong, Mbak Ifa Avianty kan?"
Saya baru tahu kalau Mbak Ifa terdaftar di Ibu Profesional Depok. Pasti dari sana, jadi jalannya bisa mengenal dan bergabung di KLIP.
Buat saya yang nulis blogpost rutin aja masih megap-megap, beneran agak kaget dengar ada penulis senior yang bisa bilang trauma menulis.
Apa maksudnya?
Jadi Mbak Ifa cerita bahwa ia merasa selama ini 'diperbudak' oleh industri penulisan. Dituntut untuk menulis, menulis, dan menulis memenuhi target dan selera pasar.
Jangan salah, alumni Teknik Metalurgi UI kelahiran 21 Mei 1970 ini sangat suka menulis. Beliau sudah bisa bikin novel sejak SD loh.
Beliau sangat berbakat dan sangat berminat dengan dunia tulis menulis.
Rahasia produktivitasnya adalah menulis dari pukul 9 malam hingga 3 pagi. Waktu tidurnya hanya setelah Zuhur ke Ashar sekitar 3-5 jam saja, kata beliau dalam sebuah wawancara tahun 2013 yang bisa dibaca di blog coretan yanti.
Lantas masalahnya dimana? Mengerjakan pekerjaan yang kita kuasai dan kita minati. Kok bisa sampai trauma?
"Saya jadi kurang perhatian sama anak-anak karena sibuk menulis," kata beliau di chat.
Mbak Ifa menyesal sekali kehilangan waktu-waktu berharganya saat anak-anaknya masih kecil. Untuk itu kini ia memutuskan meninggalkan dunia tulis-menulis dan fokus untuk membimbing 2 putranya dengan homeschooling.
Mbak Ifa merasa yang terpenting adalah meletakkan dasar keimanan kepada putra-putranya. Tidak ada yang lain.
Sempat saya bilang nggak ada yang perlu disesalkan dengan semua karya dan tulisannya selama ini. Anak-anaknya suatu saat nanti, bisa jadi bangga dengan karya ibunya. Itu akan abadi.
Namun Mbak Ifa tetap merasa karyanya itu hanyalah remeh temeh mengikuti kebutuhan pasar. Bukan sesuatu yang sarat makna. Ia nggak merasa terlalu bangga dengan karyanya.
Ia bahkan tidak mengharapkan anak-anaknya baca bukunya sebelum bisa benar-benar lebih dekat kepada Allah.
Saat itu, ia merasa tugas terpentingnya adalah ditanggung-jawabnya sebagai pendidik anak-anak.
Di situ saya sebagai penulis newbie bener-benar merasa dapat pencerahan. Betapa saya bisa belajar banyak dari pengalaman Mbak Ifa.
Apapun yang kita kerjakan, perlu kita lakukan secara seimbang. Nggak bisa mengikuti nafsu ingin meraih segalanya. Semua ada porsi dan bagiannya sendiri-sendiri.
Ada porsinya untuk beribadah dan mendekatkan diri kepada Sang Pencipta dengan khusyu. Ada waktunya memberi perhatian penuh untuk keluarga. Ada saatnya melakukan hobi yang sangat kita sukai. Ada saatnya kita mencari segenggam berlian. Ada saatnya untuk bobo siang yang tenang tanpa gangguan.
Perlu pintar-pintar mengatur keseimbangan dalam hidup. Nggak terlalu ngoyo kerja, tapi jelas nggak terlalu nyantai sosmed-an terus seharian juga.
Terima kasih banyak Mbak Ifa yang sempat menjadi bagian Kelas Literasi Ibu Profesional dan berbagi tulisan pengalamannya.
Semoga amal ibadah Mbak Ifa diterima di sisi-Nya. Karya-karyanya bisa abadi dan terus menginspirasi para calon penulis lain. Amin ya Rabbal Alamin.
(780 kata)
3 komentar untuk "Mengenang Penulis Produktif Ifa Avianty"
Berkaca-kaca saya bacanya. Sampai nggak tau mau komen apa lagi. Innalillahi wa inna ilaihi rojiun.
Ya Allah satukanlah orang2 yg mencinta karena Mu dalam surga Mu ya Allah, dan jadikanlah kami salah satu di antaranya....