Melatih Kecerdasan Emosional Anak dengan Memelihara Kucing



Ada yang suka memelihara binatang di rumah? Atau ada males banget menambah kerjaan dengan mengurus binatang?


Saya sendiri sebenarnya tidak terlalu suka sama binatang. Duh kerjaan sudah banyak, kenapa harus merepotkan diri dengan tambahan kerjaan baru. Mending kalau gratisan atau malah menghasilkan uang, lah ini kan kita jadi perlu biaya tambahan untuk perawatan dan makanannya. 


Tapi masalahnya, anak-anak sangat suka dengan binatang peliharaan di rumah. Seperti kaya ada mainan baru gitu di rumah yang bisa di rawat dan di urus. Pertama kali kami punya peliharaan adalah ikan dalam aquarium. Mengurus ikan lumayan mudah. Hanya perlu dikasih makan setiap hari dan aquariumnya dibersihkan sekitar 1 bulan sekali. Setelah sekitar 3 tahun, kami bosan juga melihat ikan yang begitu-begitu saja. Kebetulan saat itu pompa aquariumnya rusak, jadilah kami memutuskan berhenti merawat ikan di aquarium.


Anak-anak sebenarnya sudah lama suka kucing. Tapi saya masih belum mengijinkan untuk punya kucing. Maunya sih nanti saja kalau Sasya umurnya sudah 10 tahun atau rumah kami sudah direnovasi menjadi lebih luas, baru bisa pelihara kucing di rumah. Jadi Sasya sudah bisa dipercaya untuk mengurus kucing dan kucingnya punya ruang yang lega di rumah. Dengan berat hati, anak-anak mengiyakan saja.


Namun pada 23 Agustus 2018, seorang teman datang membawakan 3 anak kucing ke rumah. Ibu si kucing kecelakaan, jadi anak-anaknya diadopsi dalam kondisi bayi. Sedih lihatnya. Anak-anak seperti kaya kejatuhan durian runtuh. Semangat sekali mereka merawat 3 bayi kucing yang baru datang ini. 


Saya akhirnya nggak bisa menolak juga. Ya… mungkin ini doa anak-anak yang dikabulkan Tuhan. 


Ternyata punya binatang itu memang memiliki pengaruh baik buat anak-anak. Anak-anak bisa belajar banyak hal dari merawat makhluk hidup lain. 


Sebagai tugas kelas Bunda Sayang Level 3 mengenai Meningkatkan Kecerdasan Emosional dan Spiritual Anak, saya berkesempatan mengamati bagaimana Sasya berinteraksi dengan kucingnya. 


Selama 10 hari, saya mengamati 5 aspek kecerdasan emosional yang bisa dilatih dengan memelihara kucing. Sasya menamai proyek ini sebagai #DiaryOnaOno untuk kegiatan merawat kucing kami Ona dan Ono.



Rumah Ono dan Ona hasil kreasi Sasya


#5 Aspek Kecerdasan Emosi

Saya mendapatkan kelima poin ini dari Daniel Goleman yang terkenal dengan bukunya Emotional Intelligence (Gramedia, 1997). 


#1 Mengenali emosi sendiri (Self-awareness)

Memelihara kucing menjadi alat yang bagus untuk Sasya mengenali emosinya. Bagaimana dia bisa merasa senang bermain dengan kucingnya, jengkel kalau kucingnya lagi nakal, sedih saat melihat kucingnya kedinginan di teras, hingga takut kalau kucingnya mengganggu Mama yang lagi sibuk menulis. 

Penting bagi anak-anak untuk bisa melatih mengenali perasaannya. Sehingga mereka bisa peka dalam mengambil keputusan yang tepat untuk menyelesaikan masalah-masalah pribadi mereka.



#2 Mampu mengelola emosi sendiri (Self-regulation)

Setelah mengenali emosi sendiri, Sasya juga belajar bagaimana ia harus mengelola emosi tersebut. Bagaimana ia mengelola rasa senangnya, marahnya, atau sedihnya sehingga tidak berlarut-larut. 


#3 Bisa memotivasi diri (Motivation)

Dengan memelihara hewan kesayangan Sasya jadi memiliki motivasi diri untuk bisa merawat kucingnya sebaik mungkin. Ia jadi punya tanggung jawab untuk mengurus makan kucingnya saat bangun pagi dan pulang sekolah. Termasuk juga memandikan dan membersihkan tempat kucing tinggal. Anak-anak juga bisa diajak patungan dari uang saku mereka untuk biaya makan kucing. 


Sasya bisa membantu membersihkan halaman belakang tempat main Ona dan Ono.


#4 Memahami emosi orang lain (Empathy)

Sasya juga jadi belajar bagaimana berempati dengan emosi orang lain. Tidak semua orang suka kucing. Sasya harus menjaga kucingnya sehingga tidak mengganggu orang lain. 


#5 Mampu membina hubungan sosial dengan orang lain (social skill)

Kucing itu benar-benar a kids bestfriend. Sejak punya kucing, Sasya dan Raka jadi sering kedatangan tamu teman-temannya yang ingin main dengan si Ona dan Ono yang memang lucu. Mereka jadi punya kesibukan lain selain main game elektronik. 


Ini tabel yang membantu saya untuk mengamati aspek emosional Sasya selama 10 hari.


Konsekuensi punya hewan peliharaan kucing

Memang memelihara binatang bisa memberikan manfaat untuk meningkatkan kecerdasan emosional anak-anak. Namun kita juga tetap harus mempertimbangkan konsekuensi dari memelihara kucing di rumah.

Idealnya, anak-anak sudah bisa mandiri untuk mengurus kebersihan kucing seperti memandikan dan memberi makan dan minum. Juga menjaga kebersihan tempat tinggal kucing, termasuk pasir untuk kotorannya. 


Kita perlu menjaga kebersihan kandang atau tempat bermainnya. Pastikan pasir tempat kotoran kucing bersih dan rutin disaring. Juga rutin untuk memandikan kucing. Untuk biaya rutin, kita perlu beli makanan, pasir, dan mungkin vaksin ke dokter. 


Sebenarnya tidak terlalu repot sih kalau kita memang sayang binatang. 


Nah, bagaimana? Berminat merawat kucing juga?




#ODOPNovemberChallenge

675 kata, 2 jam

Shanty Dewi Arifin
Shanty Dewi Arifin Mama yang sedang semangat belajar menulis demi bisa bayar zakat sendiri.

1 komentar untuk "Melatih Kecerdasan Emosional Anak dengan Memelihara Kucing "

Comment Author Avatar
Selamat bersenang-senang bersama kucing di rumah :D