Ketika Orang-orang di Sekitar Kita Begitu Menjengkelkan



Ada masanya saya mudah sekali kesal dengan orang-orang di sekitar saya. Ada orang mengambil keputusan cerai, saya ikut ngasih pendapat. Ada orang punya pendapat tertentu, saya gemes. Ada yang cerita kasus yang tidak lazim, saya protes.

Mengapa seseorang bisa mengambil keputusan yang begitu bodoh? Mengapa seperti itu saja mereka bisa tidak tahu? 
Pokoknya kesel, kesel, kesel. 


Terus mulai lah saya mencurahkan kekesalan saya. Bisa dengan mengomentari, membantah, atau langsung nyolot dengan gemesnya. Paling minimal, ikut ramai memberi komen di sosial media lah. Rasanya penting banget buat saya untuk meluruskan keputusan orang lain. 


“Kamu salah, dan saya benar! Please atuh lah, jangan bodoh-bodoh amat.”
Stupido!!!

Tapi apa hasil yang saya dapatkan dari mengeluarkan kekesalan seperti itu? Ternyata tidak dapat apa-apa juga. Malah waktu saya terbuang percuma. 

Duh rasanya rugi bandar banget. Buat apa juga saya kesal sama keputusan orang lain. Sampai repot-repot perlu menanggapinya. Tidak ada untungnya juga buat saya orang tersebut mengambil keputusan apapun. 

Bahkan bukan tidak mungkin, pendapatnya itu merupakan hukuman buat diri mereka sendiri. Ngapain juga saya sok pahlawan, merasa perlu menyelamatkan hidup orang lain coba dengan menawarkan solusi saya.

Saya jadi bertanya-tanya, apa maksudnya orang-orang ini bertebaran di sekeliling saya? Masa sih sekedar untuk menghabiskan waktu saya saja? Mending kalau bisa bikin diri merasa berguna, lah ini sekedar bikin kesal saja.

Eh tapi kenapa juga saya harus kesal?

Nah ini yang bikin saya jadi berpikir. Ya, tidak ada alasannya saya harus kesal dengan kondisi atau pendapat orang lain. Itu adalah hidup mereka. Itu adalah cara pandang mereka. Tidak ada yang salah dengan hal tersebut. Toh semua orang pasti pernah mengalami kesalahan. Pendapat saya pun tidak ada jaminannya benar juga kan. 

Bisa jadi rasa kesal ini muncul karena saya merasa butuh pengakuan karena kekurangan saya. Saya merasa tidak pada posisi nyaman. Saya berusaha mencari kenyamanan dengan mengeluarkan pendapat. 

Dari situ saya jadi berpikir, mungkin memang saya bukan pada posisi untuk menanggapi. Tapi hanya sekedar untuk melihat atau mendengar saja. Sekedar untuk tahu bahwa ada pendapat atau kondisi seperti itu. 

Jadi memang tujuan setiap kejadian yang ada di depan mata kita, selama kita tidak memiliki kemampuan untuk memperbaikinya, atau bahkan tidak tahu masalahnya, bisa jadi memang sekedar sebagai pembuka wawasan saja. Sekaligus uji nyali kesabaran untuk tidak terpancing.

Sekedar sebagai bahan belajar agar bisa lebih arif dalam kehidupan. Sekarang mereka yang mengalami, bisa jadi besok giliran saya diuji dengan berada pada kondisi orang yang saya kesalkan tersebut.

Eh tapi bener loh, saya memang beberapa kali berada dalam kondisi orang yang saya nyinyirin. Ini memang aneh. Tapi menurut saya ini yang namanya karma atau hukuman. 

Satu hari saya mengolok-olok orang yang berada pada posisi tertentu. Eh kok ya bisa-bisanya nggak lama kemudian saya bisa berada pada posisi orang yang saya olok-olok. Dan saya bisa benar-benar merasakan bagaimana saya mengambil keputusan yang sama dengan orang yang saya olok-olok itu. Tangan Tuhan memang benar-benar bekerja dengan cara yang misterius ya.

Ada yang pernah mengalami hal yang sama?

Saya jadi mengerti mengapa banyak alim ulama yang sering terlihat tidak mengambil sikap dalam sebuah konflik tertentu. Mereka memilih diam dan no komen. 

Kenapa? 

Bukan karena mereka tidak punya sikap atau tidak tahu mana yang benar atau mana yang salah. Tapi karena mereka tidak merasa perlu untuk menambah kisruh suasana. Tidak ada gunanya juga bagi mereka. Masih banyak hal lain yang perlu mereka urus dibanding remeh temeh mendukung sebuah pendapat.

Salah satu usaha yang saya lakukan biar tidak mudah terpancing untuk menanggapi hal-hal yang tidak terlalu penting adalah memiliki FOKUS pada hal tertentu dalam hidup kita. Jika kita kehilangan fokus ini, maka kita mudah melenceng mengurus yang tidak-tidak. 

Ada hal-hal utama yang perlu kita kerjakan demi meraih impian kita, ada juga hal-hal yang perlu kita ikhlaskan saja pada tangan Tuhan yang bekerja. Terlalu repot kalau segalanya harus kita yang urus. Berbaik sangkalah pada Allah, karena Ia adalah sebaik-baiknya Maha Pengatur.



#ODOPNovemberChallenge
600 kata, 1 jam

Shanty Dewi Arifin
Shanty Dewi Arifin Mama yang sedang semangat belajar menulis demi bisa bayar zakat sendiri.

Posting Komentar untuk "Ketika Orang-orang di Sekitar Kita Begitu Menjengkelkan"