Pengalaman membagi waktu Me Time, Family Time dan Community Time

Temukan Buah Tangan #PenuhCintaDariJulies
Membaca itu paling pas kalau ditemani dengan teh hangat dan snack

Saya sangat senang ketika mendapat informasi kalau Julie’s Peanut Butter Sandwich dan Kumpulan Emak Blogger mengadakan lomba blog yang mengangkat tema berbagi pengalaman membagi waktu antara keluarga, pertemanan dan diri sendiri. Asyik banget nih, karena saya punya sejumlah pengalaman terkait urusan klasik ini. Masalah membagi waktu memang selalu menarik untuk dibicarakan.

Kalau melihat teman-teman yang hidupnya terlihat begitu produktif, saya selalu semangat untuk mencari tahu lebih jauh mengenai aktifitas mereka. Bukan untuk ditiru mentah-mentah, karena tentunya setiap orang memiliki situasi dan kondisi yang berbeda. Tapi sekedar sebagai masukan dan inspirasi untuk mencari apa yang bisa saya terapkan sehari-hari.

Me time, Family time dan Community time

Ketika kami menulis buku Me Time, Perjalanan Ibu Bahagia (Stiletto, 2017), saya mendapat sejumlah inspirasi dari teman-teman kontributor mengenai bagaimana mengisi waktu yang asyik buat emak-emak. Sebenarnya, urusan waktu itu sangat personal bagi setiap individu.

Ketika saya masih punya anak balita yang belum sekolah, cara saya membagi waktu berbeda dengan ketika anak-anak sudah sekolah. Atau gaya saya membagi waktu sebagai ibu yang lebih banyak di rumah, berbeda dengan yang berkantor di luar rumah.

Apa sih Me time, Family time dan Community time itu?

Kalau arisan sama teman-teman itu termasuk me time apa community time?

Kalau jadwal main sama anak itu family time atau me time?

Bagaimana dengan mengerjakan hobi bersama teman-teman untuk menghasilkan uang, apakah itu community time atau me time?

Bagaimana kita bisa seimbang kalau belum jelas sebenarnya apa sih yang mau diseimbangkan itu? Jangan sampai kita ribut kekurangan waktu me time, padahal selama ini kita asyik ngabisin waktu 3 jam nonstop baca sosmed. Apa sosmed-an itu nggak termasuk me time?

Me Time

Kalau buat saya, kegiatan me time adalah kegiatan yang manfaatnya khusus untuk diri sendiri. Tidak masalah jika ada orang lain yang terlibat. Contohnya misalnya olahraga sama anak bayi atau balita yang sering kita lihat di video seperti ini. Tapi fokusnya bukan main sama anak, melainkan olahraganya.



Saya sendiri memasukkan kegiatan ibadah, makan, olahraga, membersihkan diri, sampai tidur ke dalam kegiatan me time. Dengan jatah tidur 7 jam sehari (saya biasa tidur sekitar jam 8 malam, dan bangun jam 3 pagi), me time saya ini totalnya menghabiskan waktu hingga 12 jam atau 50% dari jumlah waktu dalam sehari.

Ini adalah waktunya egois. Tubuh butuh me time, untuk bisa optimal mengisi family time dan community time. Tanpa me time yang benar, urusan yang lain akan kacau balau.

Kalau buat saya, hobi tidak saya masukkan sebagai me time. Karena manfaat dari hobi bisa jadi  bukan hanya untuk untuk diri sendiri.

Family time

Nah kalau family time, saya mendefinisikannya sebagai kegiatan yang manfaatnya dirasakan oleh keluarga dan saya. Di sini tempatnya melayani orang-orang tersayang dalam peran saya sebagai istri dan ibu. Selain pekerjaan rumah tangga seperti memasak, mencuci, menyetrika, menyapu rumah, waktu family time juga diisi dengan waktu menemani anak nonton youtube bareng, ikut kepo dengan hobi seru mereka, belajar bersama, sampai sayang-sayangan sama suami.

Sebenarnya saya memasukkan acara sarapan dan makan malam sebagai kegiatan family time. Hanya saja kenyataannya itu masih jadi impian. Selain karena kami tidak punya meja makan keluarga, saya sendiri punya jadwal makan yang sering tidak sama dengan anggota keluarga yang lain. Masih PR nih buat keluarga kami.

Kalau urusan rumah sih, jatah waktu saya sekitar 3-4 jam saja sehari. Pagi 1,5 jam, dan sore 1,5 jam. Setelah anak-anak sekolah saya sengaja nggak pakai ART lagi. Waktu anak-anak masih belum sekolah, saya memang pakai ART paruh waktu untuk urusan rumah. Jadi saya bisa pegang 2 anak penuh waktu lengkap dengan jadwal bobo siang bareng.

Saat anak-anak sudah mulai sekolah, pertimbangan saya untuk tidak menggunakan ART adalah untuk melatih anak-anak mandiri. Saya adalah tipe anak yang pemalas karena selalu punya ART. Karena punya ART, saya jadi malas buat masuk dapur dan maunya segalanya dilayani. Baru kerasa susahnya ketika sudah berumah tangga. Saya ingin anak-anak saya nggak punya mental kaya saya. Mereka bisa bertahan untuk hal-hal dasar seperti mengurus makan dan pakaian mereka sendiri.

Sekarang ini Raka 11 tahun dan Sasya hampir 8 tahun. Mereka sudah terbiasa kalau kelaparan untuk bisa buat makanan sederhana sendiri. Kalau Raka sekarang lagi senang buat kentang goreng sendiri. Bukan yang instan ya, tapi dari buah kentang yang harus dikupas dan direndam air garam dulu. Sedangkan Sasya sedang hobi buat telur dadar, roti kornet dan nasi goreng. Kemampuan memasak anak-anak itu makin hari makin mengharukan saja. Satu langkah lagi, si Mama sudah bisa dimasakin anak-anak nih. That's the goal.

Untuk quality time bersantai dengan keluarga, saya punya waktu sekitar 2-3 jam sehari. Jadi total untuk family time ini sekitar 6 jam atau 25% dari waktu 1 hari.

Sekedar Masak, Cuci, Setrika, Nyapu, adalah pekerjaan yang bisa dilaksanakan bersama keluarga

Community time

Istilah ini bisa juga diganti menjadi career time. Tapi kalau buat saya lebih cocok menggunakan istilah community time. Mengingat manfaat kegiatan ini bukan hanya untuk diri saya sendiri, tapi juga untuk orang lain. Ini adalah waktu saya untuk mengeluarkan keunikan diri saya untuk bisa membantu orang lain.

Saya percaya sekali setiap orang itu sebenarnya punya tugas khusus yang hanya diberikan pada dirinya seorang oleh Sang Pencipta. Special for you!!! Tidak bisa ditukar dengan orang lain. 

Tidak ada 2 orang yang sama di muka bumi ini. Setiap orang memiliki garis tangan masing-masing. Punya karakter, minat dan pengalaman yang unik. Keunikan ini yang perlu digali untuk membuat kita bisa bermanfaat buat orang lain.

Di usia 42 tahun ini, saya menemukan kalau keunikan saya itu dalam bidang menulis. Saya memang bukan penulis dengan penghasilan tetap saat ini. Tapi saya itu suka menulis kata-kata dan membaca. Sukanya pakai banget. Ada rasa senang setiap menyelesaikan sebuah tulisan atau membaca sebuah buku yang seru. Saya tahu masih harus banyak berlatih dan belajar untuk mengasah kemampuan ini. Entah bisa, entah tidak. Tapi yang pasti rasanya menyenangkan menjalankannya.

Dengan mengetahui kalau kegiatan ini memiliki manfaat buat orang lain, itu membantu saya lebih semangat untuk menjalankan hobi.. Itu yang bikin nagih dan membuat bisa bertahan melakukan hobi ini dalam 4 tahun terakhir.

Setelah waktu 75% waktu saya habis untuk me time dan family time, ternyata saya tahu kalau saya punya sekitar 20% atau 5 jam untuk bisa mengasah keunikan saya ini.

Menulis itu ya jangan dikira hanya menulis saja atas kertas atau dibalik laptop. Tapi tulisan yang asyik itu perjalanannya jauh lebih panjang dari proses menulisnya. Di sana ada proses membaca, melakukan riset, mengedit tulisan, membagi tulisan di sosial media, memperluas jaringan, dan tentu saja terus belajar mendapatkan ilmu baru. Jadi dengan 5 jam yang tersisa, saya gunakan untuk tujuan tersebut.

Termasuk juga bersosial media. Saya sih tidak terlalu memusuhi sosial media. Karena sadar juga betapa sosial media, membantu memudahkan saya mencari dan berbagi informasi. Cuma memang sih, dosisnya harus sesuai dengan berat badan, eh dengan kebutuhan. Kalau sampai bisa bersosial media di atas 5 jam/hari, itu artinya keseimbangan hancur berantakan.

24 hour daily activities
Pembagian waktu dalam 24 jam sehari. 


Tips bagi waktu seimbang me, family & community time

Berdasarkan pengalaman, saya menggunakan tips berikut untuk bisa menjaga keseimbangan dalam membagi waktu:

#1 Mengenali keunikan diri

Mulailah dengan mengenali apa yang bisa benar-benar membuatmu merasa berarti dan bermanfaat. Dengan tahu apa yang kita suka, maka waktu kita akan lebih efektif.

#2 Membuat target

Repot juga kalau kita mengerjakan sesuatu sekedar ikut-ikutan tanpa arah. Lagi ramai trend ngeblog, ikutan nge-blog. Lagi banyak yang belajar kerajinan tangan, ikutan buat pernak-pernik. Tapi tanpa dikerjakan dengan tuntas. Coba deh sekali-sekali punya target dulu untuk rentang waktu sekitar 3-4 bulan.

#3 Membuat catatan harian

Ini memang maha penting untuk memiliki jurnal harian. Saya sendiri paling hobi membuat jurnal harian yang disesuaikan dengan kebutuhan. Sebagai inspirasi, contoh jurnal harian bisa dilihat di contoh template printable daily planner.

Sering jadi malu sendiri kalau lihat jurnal harian yang isinya main sosmed melulu. Tapi setidaknya itu tercatat dan menjadi pengingat, kalau kita pernah begitu payahnya.

Pentingnya punya daily planner


#4 Tidak mudah menyerah dan terus belajar

Kemampuan membagi waktu itu bukanlah persoalan yang sekali jadi. Tapi merupakan keahlian yang berkembang. Ada kalanya pengaturan waktu kita jadi berantakan karena sesuatu hal yang diluar rencana kita. Cukup dicatat dan dijadikan pelajaran.

#5 Bergaul dan berkomunitas

Pokoknya jangan sendirian. Dengan bersama orang lain, apalagi yang sevisi, kita akan menemukan energi yang lebih untuk tetap bersemangat. Rasanya hampir semua hobi ada komunitasnya. Carilah komunitas dimana kita bisa saling berbagi dan belajar.

Tentang Julie’s Peanut Sandwich

Berhubung tulisan dibuat dalam rangka lomba blog yang diadakan Julie’s Peanut Butter Sandwich sekarang saya mau cerita sedikit tentang snack rasa kacang yang renyah ini. Dalam blog ini, saya berencana lebih selektif untuk memilih produk yang akan saya iklankan. Hanya produk yang benar-benar saya suka saja yang akan ditulis di blog ini.

Sebelum memutuskan mengikuti lomba, saya harus memastikan dulu kalau snack dari Malaysia ini cocok dengan dengan lidah saya dan keluarga. Untungnya Julie’s mudah ditemui di minimarket dekat rumah. Harganya hanya Rp 8.500,- untuk kemasan 90g. Kalau buat saya sih, sebungkus itu jatah saya sendiri sekali makan, lengkap dengan segelas teh. Sejak mencoba pertama kali, kami sekeluarga langsung ketagihan. Apalagi sertifikat kehalalannya sudah dikeluarkan dari MUI sejak Agustus 2017. Jadi tenang deh mengkonsumsinya.




Semoga Julie’s bisa menemani teman-teman menghabiskan waktu dengan lebih berkualitas dan produktif ya.

Kalau kamu sendiri bagaimana membagi waktu antara keluarga, teman dan diri sendiri? Bisikin dong pengalamannya dalam kolom komen.
Shanty Dewi Arifin
Shanty Dewi Arifin Mama yang sedang semangat belajar menulis demi bisa bayar zakat sendiri.

2 komentar untuk "Pengalaman membagi waktu Me Time, Family Time dan Community Time"

Comment Author Avatar
Aku sendiri me time nya masih campur aja antara waktu keluarga sama komunitas, Mbak. Pokoknya asal aku hepi dan nyaman, itulah me time bagiku.

Salam kenal ya Mbak, dariku Diyanika. Sepertinya ini kali pertama aku mampir ke sini dan langsung suka sama gaya tulisan, Mbak. Makasih banget buat KEB sudah mempertemukanku dengan blog Mbak. Hihi.
Comment Author Avatar
Salam kenal juga Ika. Nama blogmu juga manis banget: Diyanika.

Tapi bener ya, menurutku pada dasarnya semua itu bisa loh jadi Me Time. Bisa juga walau sudah egois, ternyata masih terasa tidak sebagai Me Time.