Tidak Ada Istilah Ibu yang Salah Dalam Mendidik Anak

Tidak ada istilah ibu yang salah dalam mendidik anak


Ada sebuah tulisan teman yang menarik perhatian saya hari ini. Mengenai fakta kalau orang dulu tidak pernah terlalu pusing dengan teori parenting ini itu. Semua bisa berjalan alami. 


Tidak ada tuh perlu mom war mengenai homeschooling vs sekolah konvensional, mengenai boleh dinding dicoret atau dinding harus bersih, makan sehat vs makanan berpenyedap rasa, atau soal tetek bengek lainnya.


Sementara sekarang, ada beragam konsep mendidik anak yang ditawarkan. Para orang tua khususnya yang masih muda menjadi terombang-ambing dalam mengikuti saran yang ini atau yang itu. 


Mau ikut gaya parentingnya pakar parenting berpengalaman atau ikut gaya artis yang followernya jutaan?


Kemudian ketika kita tidak berhasil melakukannya, kita akan merasa sangat berdosa dan dicap sebagai sebagai ibu yang salah dalam mendidik anak. Duh sakit hati!


Saya sendiri cukup sering dapat cap ibu yang buruk dari orang-orang terdekat. 

Ibu yang cuek dalam mengurus anaknya lah. 
Ibu yang nggak merhatiin makanan anaknya lah. 
Ibu yang nggak tahu prioritas lah. 
Bahkan lengkap dengan Ibu yang tidak bisa cari uang.

Wah pokoknya seabrek lah. 


Do I feel bad about myself after listen to this?


Serius ya, NGGAK! 


Tahu kenapa?


Selama saya masih dengar anak-anak saya tertawa bahagia dan masih terlihat betah di dekat saya, itu artinya saya adalah ibu yang baik buat mereka. Dan itu sudah cukup!


Buat saya sementara ini salah satu indikator anak bahagia itu adalah tidak sering sakit ringan seperti batuk pilek. Saya percaya badan anak yang bahagia memiliki daya tahan tubuh yang lebih baik. Mungkin kumannya takut sama suara ketawa anak-anak. Ha...ha…


Tapi saya nggak bilang juga kalau anak yang sakit-sakitan itu artinya tidak bahagia dan ibunya buruk ya. Nggak, nggak sama sekali. Badan tiap anak berbeda-beda.



Orang tua adalah manusia biasa yang masih perlu belajar

Ada kalanya kita dipojokkan lingkungan dengan cap bukan ibu yang baik. Terima saja sewajarnya kalau kita memang masih perlu belajar. Saya tidak bilang bahwa itu artinya harus selalu mengikuti saran yang ditawarkan ya. Karena belum tentu benar juga kok sarannya. 

Tapi yang pasti, adalah wajar kalau kita sebagai orang tua melakukan kesalahan mengambil keputusan dalam mendidik anak-anak. 

So what? Everybody makes mistakes
Belajar lah dan perbaiki. Don’t make it such a big deal. 

Nanti anak-anak juga bisa belajar dari kita. Tidak apa-apa kalau terpaksa melakukan kesalahan. Yang penting adalah belajar dari kesalahan dan tetap semangat berusaha menjadi lebih baik. 


Sebenarnya nggak ada istilah ibu yang salah dalam mendidik anak. Karena secara naluri seorang ibu pasti ingin memberikan yang terbaik untuk anak-anaknya. Cuma mungkin jalannya berliku-liku.





Gaya pengasuhan anak bukanlah bumbu instan

Kalau berdasarkan pengamatan saya - yang bukan ahli parenting, hanya sekedar ibu dari 2 anak saja - pilihan gaya pengasuhan itu sangat personal dan unik. Sangat tergantung karakter sang ibu, sang ayah, sang anak, kondisi ekonomi, lingkungan dan banyak aspek lain. 

Ini seperti ramuan masakan yang unik. Hal ini yang membuat gaya pengasuhan itu nggak bisa menggunakan bumbu instan yang tinggal dicemplungin. 


Perbedaan berbagai aspek itu yang membuat kita perlu menggunakan bahan alami yang kemudian ditakar sesuai kebutuhan. Belum tentu cara ini hasilnya pasti begini, atau cara itu hasilnya pasti begitu.


Kombinasi antara anak yang kuat pendirian, seorang mama yang pemalas, dan ayah yang  kondisi tidak tinggal di kota yang sama, akan berbeda cara mendidiknya dengan kombinasi anak yang santai, ibu yang berdisiplin tinggi dan ayah yang sebodo amat. 


Jadi kalau kedua ini dikasih bumbu instan dengan kadar yang sama, maka kemungkinan besar hasilnya akan kacau. Alhasil meninggalkan rasa bersalah di hati seorang ibu.



Sebenarnya apa sih gaya parenting yang berhasil itu?

Apakah yang anaknya selalu terlihat juara dalam banyak hal? 
Atau yang anaknya bisa mandiri ketika sudah dewasa? 
Atau menjadi anaknya menjadi orang yang bermanfaat bagi banyak orang? 
Atau menghasilkan anak-anak yang kaya raya dan bisa selalu memberi uang banyak untuk orang tuanya?

Dari definisi sukses saja tiap keluarga punya macam-macam jawaban. Ramuan parenting untuk keluarga yang meletakkan keberhasilan anaknya dari sisi uang yang bisa dihasilkan, tentunya beda dengan ramuan parenting untuk keluarga yang mementingkan anaknya hapal Al Quran. 


Saya saja sempat kaget ketika tahu bahwa seorang anak bisa dianggap gagal karena tidak mampu berpenghasilan. Kemampuan si anak buat mandiri, tidak menyusahkan orang tuanya, atau bahkan tidak dipanggil KPK karena korupsi, bukan dianggap sebagai keberhasilan. Ada tipe orang tua yang seperti itu. 


Jadi urusan mendefinisikan tujuan mendidik anak-anak itu sangat penting dalam keluarga. Ini yang perlu dibicarakan dalam keluarga. Suami itu pengennya anak-anaknya seperti apa? 

Sama nggak dengan keinginan istrinya? 
Bagaimana dengan keinginan anak-anaknya sendiri? 
Apa definisi hidup sukses dalam kepala setiap anggota keluarga?

Kan repot kalau bapaknya targetnya punya anak yang pintar cari uang, ibunya targetnya anak yang juara kelas, anaknya santai tanpa target. 


Kalau saya sendiri targetnya sederhana saja. Seperti saya bilang di atas. Cukup mendengar suara anak-anak tertawa bahagia. Kalau Abahnya pengen anak-anak mengikuti perintah Allah dan menjauhi larangannya. Kelihatan beda kualitasnya si Mamah dan Abah. Ha...ha…


Dari sini diramulah gaya parenting keluarga kami yang….ya gitu deh. 


Kalau ingin anaknya bahagia, berarti anaknya dibiarin aja dong? Nggak pernah dimarah-marahin? Nggak pernah dididik disiplin dengan aturan keras dong? 


Ehm, ya nggak gitu juga sih. Dimarahin ya tetap juga, terutama kalau si Mamah lagi lapar dan isi dompetnya menipis. Soal aturan, ya tetap ada lah. Menyuruh anak belajar dan tidak banyak main Hp itu sih tetap SOP standar. 


Loh jadi apa bedanya sama keluarga lain? 


Ya mana saya tahu, lah saya kan bukan keluarga lain. 


Yang penting prinsipnya anggota keluarga semuanya bisa menikmati hidup dengan rasa nyaman. Tidak ada mama yang hobi cemberut, ayah yang marah-marah, atau anak-anak yang ketakutan. Semua anggota keluarga nyaman untuk berkumpul dan ngobrol bareng. 



Semua bisa jadi diri mereka sendiri di rumah tanpa beban. 

Maka itu sudah cukup untuk bilang bahwa: "Kamu adalah ibu yang baik-baik saja!"



Bobo dulu sambil peluk Mama...



#ODOPNovemberChallenge

920 kata, 2 jam

Shanty Dewi Arifin
Shanty Dewi Arifin Mama yang sedang semangat belajar menulis demi bisa bayar zakat sendiri.

Posting Komentar untuk "Tidak Ada Istilah Ibu yang Salah Dalam Mendidik Anak "