Belajar Pentingnya Teladan Orang Tua dari Film A Man Called Ahok


Masih ingat dengan “Pemahamanan Nenek Lu” yang ditulis Pak Ahok di atas pengajuan anggaran DPRD DKI pada awal tahun 2015 lalu? 


Itulah pertama kali saya takjub dengan seorang kepala daerah yang berani sefrontal itu terhadap kecurangan yang terjadi di wilayah kekuasaannya. Itu benar-benar gila! Saya tidak kebayang ada orang yang berani atau segila itu. Ternyata Pak Ahok berani!


Makanya ketika Pak Ahok akhirnya di demo  7 juta umat dan masuk penjara, saya menganggap itu sebuah konsekuensi yang wajar akibat kegilaannya tersebut. Di masa garong-garong di DPRD merajalela seperti sekarang, perlu nyali yang sangat besar untuk bisa bersikap seperti Pak Ahok. Tekanan akan menerpa orang seperti ini dari segala penjuru. Berusaha menghentikan dengan segala cara. 


Pertanyaan saya adalah bagaimana caranya bisa menumbuhkan karakter seperti Pak Ahok ini dalam diri seseorang? Karakter yang berani mengatakan benar pada hal yang benar, dan mengatakan salah pada hal yang salah. Bukan karakter cari aman mengikuti arus yang malah akan menghancurkan 1 generasi. Jangan sampai terulang lagi kasus bedol desa ke KPK seperti yang terjadi di DPRD Malang beberapa waktu lalu.


Tidak karena semua teman kita terima suap atau memberi suap, maka kita ikut melakukannya juga dengan alasan hal itu adalah kewajaran. Bagaimana caranya kita bisa punya keberanian untuk berbeda dan melawan arus, selama itu benar?


Film A Man Called Ahok yang telah tembus 1 juta penonton dalam 1 pekan penayangannya di bioskop memiliki jawaban itu. 


Dalam film itu akhirnya kita tahu darimana sikap Pak Ahok itu berasal. Ternyata dari teladan papanya, Tjoeng Kiem Nam (Indra Tjahaja Purnama).

Bagaimana caranya orang tua bisa memberikan keteladanan?

Apakah mereka mendoktrin anak-anaknya dengan nasehat-nasehat?

Sama sekali tidak. Papa Kiem Nam, adalah seorang tauke (bos besar) pemilik perusahaan tambang yang terkenal suka membantu orang. Ahok dan ke-4 adiknya (salah satu adik terkecil meninggal pada usia remaja) tumbuh dan besar dengan melihat bagaimana keseharian ayah mereka yang begitu dicintai oleh banyak orang di kampung mereka di Gantung, Belitung Timur. 


Menurut saya Kiem Nam seperti juga umumnya para ayah yang tidak selalu bisa berkomunikasi baik dengan anak-anaknya, seringkali membuat konflik dengan anak-anaknya karena salah paham. 


Sebenarnya dalam beberapa hal Ahok juga sering berbeda pendapat dengan ayahnya dan merasa tertekan. Tapi ya itu, pesan dan cita-cita baik dari sang ayah bisa tertanam baik ke dalam hati ke-4 anak-anaknya, sehingga anak-anak ini tumbuh untuk mewujudkan harapan orang tuanya. 


Asli ini keren banget.


Banyak loh anak-anak yang berkonflik dengan orang tuanya dan merasa cita-cita keduanya tidak sejalan. Anak jalan ke timur, orang tua jalan ke barat. Nggak nyambung. 


Ini berbeda dengan keluarga Pak Ahok. Ke-4 anak Pak Kiem Nam, kini sukses sebagai pejabat pemerintah, pengacara, dokter, dan konsultan pariwisata. Persis seperti harapan ayah mereka agar anak-anaknya bisa bermanfaat bagi masyarakat. 


Saya sepakat kalau menyebut film yang dibintangi Daniel Mananta (Ahok dewasa), Eric Febrian (Ahok kecil), Denny Sumargo (Kiem Nam muda), Chew Kin Wah (Kiem Nam tua) ini adalah sebuah film keluarga dan bukan film politik. Cerita yang diangkat dalam film ini adalah dari tahun 1976 saat Ahok masih usia remaja, hingga Ahok dewasa saat diangkat menjadi Bupati Belitung Timur tahun 2005. Memang ada adegan saat Ahok di Jakarta, tapi bukan merupakan bagian utama film. 


Walau rating film ini R - Remaja 13+, saya merasa film ini cukup bisa dinikmati anak-anak dengan penjelasan dari orang tua. Karena ada beberapa bagian yang mereka mungkin masih sulit untuk memahaminya. Seperti misalnya adegan orang birokrat yang ingin memeras atau minta jatah ke Kiem Nam. Anak-anak dibawah 13 tahun bisa jadi tidak terlalu mengerti mengenai hal ini.



Nonton  rame-rame A Man Called Ahok di Cinema XXI TSM

Film ini saya rekomendasikan untuk ditonton oleh para orang tua yang ingin menanamkan nilai-nilai tertentu terhadap anak-anaknya, oleh mereka yang ingin berani mengadakan perubahan, atau oleh mereka yang terkesan dengan cara berpikir seorang Ahok. 


IMDb memberikan rating nyaris sempurna pada film ini, yaitu 9,2/10. Artinya banyak penonton yang puas setelah menonton film ini. Kalau saya sendiri kayanya kasih angka 8/10 lah. Pesannya ok banget, cuma kalau untuk sebuah film bioskop rasanya ada yang kurang. 


Keluarga Kiem Nam memang bukan keluarga sempurna, namun mereka telah hadir dan untuk memberikan inspirasi bagi keluarga-keluarga di Indonesia. Sebuah keluarga keturunan Tionghoa yang ingin bisa bermanfaat bagi masyarakat di sekitar mereka. Tanpa membedakan suku, agama, ras, dan antar golongan. Karena kita semua adalah sama-sama manusia ciptaan Tuhan yang esa.


Selamat menonton bagi yang belum menonton.





#ODOPNovemberChallenge
600 kata, 2 jam
Shanty Dewi Arifin
Shanty Dewi Arifin Mama yang sedang semangat belajar menulis demi bisa bayar zakat sendiri.

Posting Komentar untuk "Belajar Pentingnya Teladan Orang Tua dari Film A Man Called Ahok"